BAB 19 :
BEBERAPA MOTIVASI ORIENTALIS:
KAJIAN
SUBYEKTIVITAS
The History of The Qur'anic Text hal 357 - 369
Meskipun semua tendensi yang ada
berseberangan dengan tradisi keislaman, para ilmuwan Barat tetap
berusaha meyakinkan bahwa mereka sedang memberi pelayanan terhadap
kaum Muslimin dengan menyajikan kajian murni, tidak setengah-setengah,
dan berlaku jujur. Implikasinya adalah, seorang ilmuwan Muslim yang,
katanya, dikelabui oleh keimanan tidak dapat memahami mana yang salah
dan yang benar ketika menganalisis keyakinan mereka.1
Jika ini betul, sekurang-kurangnya kita mesti bersedia meneliti
Orientalisme dan kaitannya dengan kepercayaan-kepercayaan dan prinsip
yang dianut, karena mengatakan satu kelompok bersikap memihak tidak
semestinya dapat menjamin bahwa kelompok lain lebih objekti. Meneliti
akar Orientalisme menghendaki studi yang mendalam tentang
masalah-masalah politik, dulu dan hari ini, guna menyingkap beberapa
pandangan yang melingkari motivasi mereka, sehingga para pembaca dapat
mengukur kajian Barat terhadap Al-Qur'an sebagaimana mestinya.
1. Menggunakan
Analogi Yahudi
Sebelum membicarakan Orientalisme, saya
ingin mengangkat satu pertanyaan dengan menggunakan analogi: dalam
pandangan Yahudi, dapatkah seorang ilmuwan yang anti Semitisme
dikatakan tidak memihak ketika mengkaji dokumen mereka seperti
Perjanjian Lama atau Gulungan Kertas Laut Mati (Dead Sea Scrolls)?
Apa pun keputusan yang diberikan baik positif mau pun negatif,
hendaknya juga diterapkan pada kalangan Orientalis yang seharusnya
berlaku jujur saat melakukan pembedahan terhadap ajaran Islam.
i. Validitas
Sebuah Karya Anti-Semit
Friedrich Delitzsch, seorang ilmuan
Kristen dan salah seorang pendiri Assyriology, berasal dari kalangan
tradisi keilmuan Perjanjian Lama yang hebat, di mana ia sendiri
sedikit berbau darah Yahudi.2
Namun demikian, pandangannya terhadap Perjanjian Lama betul-betul
sinis:
Perjanjian Lama penuh dengan berbagai
penipuan: benar-benar amburadul serta mengelirukan, tidak diterima
oleh akal sehat, figur-figur tokoh yang tak dapat dipercaya, termasuk
kronologi biblical; benar-benar merupakan demonstrasi kepalsuan yang
serbasimpang siur, kerja ulang yang menggelikan, revisi dan
transposisi, campuran anakronisme, penjelasan yang saling kontradiktif
dan cerita berjubel yang tiada akhir, penemuan-penemuan tanpa bukti
sejarah, legenda dan dongeng rakyat, yang secara singkat merupakan
sebuah buku penuh kebohongan baik disengaja maupun tidak, sebagian
adalah penipuan sendiri, buku yang sangat berbahaya, dan siapa yang
membaca harus siaga dengan sikap ekstrahati-hati.3
Walaupun dikecam sebagai anti Semit,
Delitzsch tetap berulang kali menolaknya.
Tetapi melihat beberapa ulasannya (contohnya,
...yang mana ia menyebut orang Yahudi sebagai bahaya yang mengerikan
di mana orang-orang Jerman perlu diberi peringatan'), tudingan [sebagai
anti Semit] itu tampaknya cukup beralasan.4
Di antara karya Delitzsch mengenai
Perjanjian Lama, Die Grosse Tauschung, John Bright menyimpulkan,
Amat jarang Perjanjian Lama dituding
sebagai penyalahgunaan yang lebih dahsyat dari buku ini. Benar-benar
merupakan buku yang sangat jelek (saya harus katakan sebagai `buku
yang menderita sakit').5
Menunjukkan sikap memusuhi secara
terang-terangan terhadap Perjanjian Lama dan hasrat yang kuat ingin
memutus hubungan dengan agamaKristen, Delitzsch telah menulis dengan
nada sinis yang merendahkan buku dan popularitas namanya semakin
dipertunyakan karena sikap antipati terhadap Semitisme
ii. Dapatkah Ilmuwan yang Anti-Yahudi Tidak
Memihak Ketika Berhubungan dengan satu Tema tentang Keyahudian?
John Strugnell, seorang guru besar dari
Universitas Harvard, menduduki jabatan sebagai pemimpin redaksi resmi
team editorial Dead Sea Scroll pada tahun 1987, yang akhirnya dipecat
yang dipublikasikan secara luas tiga tahun kemudian. Masalahnya
bermula dengan wawancara yang dilakukan oleh seorang wartawan Israel
Avi Katzman (seperti dimuat dalam harian Ha'aretz, 9 November
1990), di mana karena menderita depresi mental, ia mengungkapkan
perasaan anti Yahudi. Di antaranya adalah agama Yahudi sebagai "agama
yang mengerikan", yang menyatakan bahwa masalah agama Yahudi dapat
diselesaikan dengan baik melalui masuknya orang-orang Yahudi dalam
agama Kristen secara massal, dan juga pernyataan bahwa agama Yahudi
pada dasarnya bersifat rasialis. Walaupun ia katakan pada awal
wawancara tidak berniat supaya dikatakan anti Semit, Katzman tidak
peduli akan permintaan mereka, dan bahkan mengkritik dengan istilah
yang vulgar. Dalam hal ini Strugnell curiga bahwa,
Di belakang Mr. Katzman [ada satu
kebimbangan] apakah keilmuan Kristen dapat melakukan penelitian secara
memihak dengan sistem scroll, karena bahan itu merupakan dokumen milik
sekte Yahudi.... Saya merasa geli saat mendengar orang seperti
Schiffman [dari Universitas New York] mengatakan, 'amat disayangkan
tidak ada ilmuwan Yahudi yang sedang me lakukan kajian teks-teks
tersebut'.6
Gara-gara tulisannya, ia kemudian dipecat.
Beberapa tahun kemudian terus menghujat penolakannya sebagai anti-Semit,
tetapi sebaliknya bersikeras menyatakan anti-Yahudi: seseorang
bukannya antagonistik terhadap orang Yahudi secara individu atau
masyarakat, melainkan hanya terhadap agama Yahudi.
Tetapi saya tidak begitu peduli apakah
saya benci atau tidak terhadap agama Yahudi. Saya menginginkan sesuatu
yang lebih buat agama Kristen. Saya ingin kekuasaan Kristus lebih
besar, memiliki lebih dari 20 juta orang-orang Yahudi sebagai
pengikutnya.7
Dalam mempertahankan kepercayaan aguma
Kristen, Prof. Strugnell semestinya memahami akan pentingnya teologis
Dead Sea Scroll, kalau tidak, memperoleh jabatan pemimpin
redaksi hanyalah laksana seorang yang mengigau di siang hari.
Pemecatannya bukan lantaran ketidakrnampuan, bukan juga karena tidak
percaya atau penghinaan terhadap manuskrip yang di bawah pengawasannya.
Sebagaimana yang ia nyatakan, hal itu bersumber dari ketakutan orang
Yahudi mengenai subjektivitasnya dalam meneliti dokurnen agamanya
disebabkan, antara lain, kecintaannya pada Kristus. Persaingan agama
ini memberi alasan yang cukup untuk melarangnya terlepas dari
kemampuan akademis yang dimiliki.
iii. Apakah Para Ilmuwan Yahudi Bebas Mengkaji
Topik-Topik Keyahudian?
Kita telah menunjukkan dua permasalahan di
mana tuduhan anti Semit menyebabkan larangan para ilmuwan hebat
melakukan kajian terhadap tema-tema yang berkaitan dengan agama Yahudi.
Namun, bagaimana nasib para ilmuwan Yahudi yang hebat-hebat, apakah
semestinya mereka juga dianggap layak mengkaji bahan-bahan yang
sensitif?
Dead See Scroll (Gulungan Kertas
Laut Mati) ditemukan pada awal tahun 1947. Kendati tim redaksi telah
menyelesaikan satu transkripsi keseluruhan teks pada akhir tahun
1950an (termasuk seluruh indeks), la tetap menjadi rahasia, bukan saja
mengenai transkrip, tetapi mengenai keberadaan teks itu sendiri.
Dengan mengambil waktu yang cukup lama, tim telah menghabiskan waktu
selama empat puluh tahun dan hanya mampu menerbitkan dua puluh persen
dari keseluruhan teks yang ditugaskan. Hershel Shanks, pemimpin
redaksi Biblical Archeology Review, memojokkan direktur bidang
barang-barang antik Israel (Antiquities Department), selama lebih dari
dua puluh lima tahun dalam mencari indeks, di mana la mengakui
ketidaktahuannya tentang masalah tersebut.8
Sementara kalangan akademik mendesak ingin mendapat edisi faksimile
dari teks yang belum diterbitkan, yang hanya memperoleh respons yang
kurang bersahabat dari para anggota redaksi skrol, guna
mempertahankan pengawasan sepenuhnya terhadap semua penemuan.9
Karena kritikan yang begitu santer,
Jenderal Amir Drori, kepala bidang urusan barang antik Israel,
terpaksa mengeluarkan pernyataan press pada Septemher 1991, berjanji
akan lebih memheri kebebasan untuk mendapatkan foto-foto Skrol
tersebut.10
Jendral Drori mengumumkan hahwa menjadikan
teks itu tersedia untuk semua kalangan, berarti membuat kemungkinan
'penafsiran yang pasti' (delinitive interpretation) dalam
keadaan yang berbahaya... Adalah penting untuk memikirkan ulang kerja
keras kelompok kecil itu guna menjaga rahasia teks yang belum
diterbitkan. Kerja-kerja itu memang disertai penghinaan yang begitu
nyata bagi setiap yang berani mempertanyakan kebijaksanaan kelompok
kecil tersebut.11
Eugene Ulrich dari Notre Dame, di antara
tim redaksi senior, memprotes bahwa, "pengeditan skrol sebenarnya
telantar bukan lantaran lamban, melainkan karena ketergesa-gesaan yang
tak menentu".
12
Rata-rata para guru besar universitas tidak memiliki kemampuan menilai
kerja tim tersebut, sambil memekik tentang perasaan team yang
diulang-ulang di mana hanya para redaktur resmi, dan murid-murid
mereka, yang layak melakukan tugas tersebut.
"Dalam sebuah wawancara di Scientific
American, [pemimpin redaksi] menyatakan bahwa Geza Vermes dari Oxford
tidak `layak' untuk meneliti scroll yang belum diterbitkan karena
Vermes tidak pernah melakukan kerja yang sungguh-sungguh. Vennes
adalah pengarang beberapa buah buku yang bermutu mengenai Dead See
Scroll, termasuk buku yang telah digunakan secara meluas terbitan
Penguin, The Dead See Scrolls in English, yang sekarang
sudah masuk edisi ketiga. Pewawancara Scientific American itu sambil
tercengang mengatakan: `Maha guru dari Oxford ternyata tidak becus?'
Apalagi kita.13
Sikap ragu-ragu memang mendapat tempat
yang baik, karena masalah yang sebenarnya bukan masalah kemampuan,
melainkan hasrat mematuhi garis aturan 'penafsiran yang definitif'.
Dengan mengikuti skema ini sejak awal, dan dengan teguh memelihara
scroll dari akademi secara umum, maka tim menunjukkan sikap tak
berminat atau pengakuan terhadap segala bentuk keilmuan -baik Yahudi
ataupun lainnya- kecuali yang dapat memenuhi tujuan tertentu. Jadi
contoh mana lagi yang lebih jelas mengenai subjektivitas asli ini?14
Tiga perumpamaan di atas, bahkan masih
segudang yang lain pasca Perang Eropa dan Amerika, yang menggambarkan
pengulangan tema yang menyangkut pemecatan para ilmuwan (saat masih
hidup dilakukan secara fisik, dan jika sudah meninggal dilakukan
secara akademis) yang kebetulan menunjukkan sikap rivalitas ideologis
saat melakukan penelitian terhadap segala permasalahan yang menyangkut
agama Yahudi. Apakah para ilmuwan yang bersangkutan dianggap terkenal
dan hebat, tidak membawa arti sama sekali; ketidak cocokan ideologi
dianggap mencukupi untuk menjatuhkan jati diri mereka. Sejauh mana
pemikiran seperti ini dapat diterima di kalangan kaum Muslimin'?
2. Tindak Balas
Kaum Muslimin
i. Penindasan Orang Israel terhadap Sejarah
Orang Palestina
Keith Whitelam, Guru Besar Studi-Studi
Agama dari Universitas Stirling (Skotlandia), pengarang sebuah makalah
yang memicu kontroversi besar di kalangan ilmuwan kitab Injil,
menyatakan perlakuan konspirasi yang dilakukan oleh para ilmuwan Injil
dan arkeologis, khususnya orang-orang Zionis, dalam satu bentuk bahwa
penolakan terhadap sejarah orang-orang yang telah menetap lama sebelum
orang-orang Israel di bumi Palestina zaman purba kala.
15
Sejak tahun 1948 sikap keilmuan orang-orang Israel (ia nyatakan)
merupakan satu sejarah masa lampau di mana yang mengagungkan upaya
orang-orang Israel kuno dalam mendapatkan tanah Palestina sambil
meremehkan dan menghapus sejarah dan budaya orang-orang pribumi.16
Dengan begitu, para
ilmuwan Injil bertujuan menghilangkan hak orang-orang Palestina dari
tanah mereka di masa sekarang dengan cara membuang hak mereka di masa
lampau.
Studi tentang Injil telah membentuk
sebagian penyusunun yang rumit tentang masalah keilmuan, ekonomi, dan
kekuatan militer di mana orang-orang Palestina telah dinafikan
keberadaanya dalam kehidupan masa kini dan sejarahnya.17
Sambil menolak pendapatnya, Harshel Shanks
menguraikan panjang lebar beberapa budaya bukan Israel di wilayah itu
baru-baru ini, yang dianggap sebagai kebangkitan akademis: Philistin,
Edomit, Moabit, Aramean, Hurrian, dan Kanaan. la menuduh Whitelam
memolitisasi sejarah dan menyimpulkan bahwa sementara para ilmuwan
yang pro-Zionis telah berusaha memindahkan subjektivitas masa lampau,
hal yang serupa, tidaklah demikian apa yang dilakukan oleh Keith
Whitelam.18
Membaca secara teliti akan tinjauan ini
saya tersentak bahwa Hershel Shanks di mana saja tidak pernah menunjuk
tentang sejarah Islam, atau terhadap gabungan kebangkitan keilmuan.
Adakah dalam pengingkaran secara kasual, bukan "sebagian penyusunan
yang rumit", Whitelam melihat orang-orang Palestina saat ini tidak
diberi hak kekuasaan dan tanah air mereka? Kebudayaan yang mana,
Kanaan atau Muslim, yang dapat mendefinisikan secara tepat tentang
identitas din orang-orang Palestina, dan mengapa hal ini seluruhnya
diantisipasi dengan cara yang tidak bersahabat? Walaupun akhirnya
Shanks bersedia mengakui adat istiadat kuno bangsa Palestina, la
tampaknya masih belum mau menyetujui agama kontemporer mereka menurut
kedudukan yang layak dalam sejarah tanah air. Ini seakan-akan, dalam
mempersempit pandangan mereka secara khusus tentang kajian kuno, para
ilmuwan Israel dan Barat memandang empat belas abad kebudayaan Islam
di Palestina, sebagai sesuatu yang menjijikkan yang mesti dikikis
sebelum menemukan bahan-bahan yang lebih baik.
ii. Seorang Perintis Orientalis dan Penipu Kaum
Muslimin
Kembali pada masalah Orientalisme, kita
akan mengambil satu studi kasus selayang pandang. Dalam karyanya
Origins of Muhammadan Jurisprudence Schacht menulis,
Saya benar-benar terutang budi terhadap
guru-guru studi Islam generasi masa lalu. Nama Snouck Hurgronje memang
jarang muncul dalam buku ini; namun demikian jika kita sekarang dapat
memahami tentang hukum Islam, hal itu adalah berkat jasanya.19
Tetapi siapa dia Snouck Hurgronje itu? Ia
adalah seorang Orientalis penggagas agenda penipuan terhadap komunitas
Muslim Indonesia untuk menerima sistem eksploitasi pemerintah jajahan
Belanda, "Islam adalah agama damai," menurut seruannya, "dan kewajiban
orang-orang Islam menurut syariat adalah mematuhi pemerintah [Belanda] dan
bukan melakukan penentangan dengan pukul kekerasan."20
Dengan pergi haji ke
Mekah guna memperkuat pengaruhnya, ia berpura-pura menjadi orang
Islam untuk mendapat popularitas yang lebih luas tanpa mengorbankan
keseluruhan scope atau cakupan ambisinya. Edward Said mencatat adanya
"kerja sama yang erat antara keilmuan dan penaklukan penjajah militer
secara yang tak dapat terpisahkan" seperti dalam "kasus Orientalis C.
Snouck Hurgronje yang mereka agung-agungkan, di mana dengan
keyakinannya, la telah mendapat kemenangan dari kaum Muslimin dalam
melakukan kebrutalan agresi Belanda terhadap rakyat Aceh di Sumatra. "21
Dan di atas segalanya, ia dianggap sebagai
seorang pelopor Barat tentang hukum Islam. Tujuannya semakin jelas.
Sementara mereka yang dituding memberi ulasan yang tidak sesuai dengan
agama Yahudi dicaci-maki, diasingkan, dan dipecat, sementara para
anggota cendekiawan Yahudi yang mengecam sikap prejudis Strugnell
mereka tetap apatis terhadap kefanatikan Israel pada budaya dan
peninggalan-peninggalan kaum Muslimin. Di waktu yang sama, sikap
prejudis Hurgronje yang jauh lebih besar dan sebagai tuan rumah agen
kolonial yang lain dan sebagai pemimpin gereja-yang menampilkan diri
bukan sekadar dalam ucapan, melainkan dalam penipuan dan penguasaan
militer secara langsung-diabaikan begitu saja, sedang statusnya dalam
iklim budaya Barat sebagai "para pelopor Orientalis" tetap tidak
pernah tersentuh.
3. Pencarian
untuk Tidak Berat Sebelah
i. Satu Perspektif Sejarah: Yahudi, Kristen, dan
Romawi
Semua keilmuan Orientalis di bangun di
atas premis bahwa orang luar yang lebih cemerlang diberi kebebasan
untuk memihak, tetapi pernahkah anggapan objektivitas ini diberi
peluang dalam tradisi Yahudi-Kristen atau Barat? Di manakah mutiara
hikmah diskursus ini dalam sejarah penulisan orang-orang Barat yang
subjektif dan kasar itu? Saya katakan kasar, karena setiap orang bisa
membandingkan pujian bagaimana para ilmuwan Muslim memperlakukan Nuhi
Isa, Maryam, Musa, Harun, Ishak, Ibrahim, Dawud, Sulaiman, Luth dan
lain-lain, dengan kekasaran dan kemarahan Yahudi terhadap orang
Kristen, Kristen terhadap orang Yahudi, Katolik terhadap Protestan,
dan Romawi kuno terhadap semua orang. Di sini saya kutip panjang lebar
Adrian Reeland, guru besar Oriental Tongues (bahasa-bahasa Timur) di
Universitas Utrecht, yang pada tahun 1705 menulis sebuah karya unik
dalam bahasa Latin yang kemudian diterjemahkan dan diterbitkan di
London dengan judul Four Treaties Concerning the Doctrine,
Discipline and Worship of the Mahometans (1712).
Orang-orang Yahudi, walaupun mereka
memiliki lembaga dan hukum yang paling suci sejak dahulu...tidak dapat
menghindar dari kedengkian orang-orang jahat, yang menuduh mereka
dengan banyak hal yang semuanya benar-benar tak beralasan. Tacitus
sendiri, yang tidak memberi kesempatan orang-orang Yahudi
bermusyawarah dalam urusan mereka, menulis bahwa mereka...diusir dari
Mesir karena penyakit kudis; bahwa mereka mengkuduskan patung
keledai yang telah mengajar mereka menghilangkan rasa haus dan
menghentikan mereka dari berkeluyuran tak tentu arah. Plutarch
menceritakan...bahwa pesta Kemah Suci [Tabernacles] dirayakan untuk
menghormati Bacchus; tidak, bahkan peristiwa Sabbath dikuduskan
karena sifat ketuhanannya...Rutilius [menyebut] orang-orang
Yahudi Sabbath, sebagai Sabbath Dingin, dan mengatakan bahwa hati
mereka lebih dingin dari agama mereka; dan karena alasan itu pula,
kebanyakan orang-orang Yahudi...tidak menyalakan api pada hari
Sabbath .22
Akan tetapi saat orang-orang Kristen
meninggalkan orang-orang Yahudi, dan mendirikan peribadatan tersendiri...betapa
mengenaskan gambaran yang dibuat terhadap agama kita oleh orang-orang
pagan ini? ... Orang-orang pagan menuduh orang-orang Kristen, bahwa
tuhan mereka berkuku seperti keledai; bahwa mereka menyembah alat
kelamin seorang pendeta; bahwa mereka merayakan orang yang baru
dimasukkan [agama mereka], seperti terhadap anak kecil yang ditutupi
dengan bunga; bahwa, di mana setelah usai upacara pesta mereka, lantas
memadamkan lampu, yang diikuti kaum pria dan wanita saling berpelukan
jika terdapat kesempatan; bahwa mereka mengancam untuk memusnahkan
dunia ini dengan api..... Kepercayaan menyembah satu Tuhan menjadikan
mereka dituding sebagai yang tidak bertuhan..... Dan untuk
menyimpulkan semua kata-kata Tertulian, dalam permintaan maafnya,
Mereka dikelompokkan sebagai pembunuh, kawin sesama keluarga,
mencemarkan tempat suci, musuh masyarakat, melakukan kekhilafan dengan
berbagai kekejaman, dan karena itu juga dianggap sebagai musuh para
tuhan, para raja, moralitas, dan alam natural.23
Akan tetapi, jika kita pikirkan hingga
masa kita sekarang ini, kita temukan manusia tidak sedikit pun yang
lebih adil dalam hal ini...Apa yang gereja Roma tidak tuduhkan ke atas
kita, ketika kita meninggalkannya...? Mereka menyatakan, dalam Kitab
mereka, bahwa kita melakukan kebaikan dalam keadaan dibenci; bahwa
kita menetapkan Tuhan sebagai pembuat kejahatan; bahwa kita memandang
rendah Maryam ibu Kristus, malaikat, dan ingatan orang-orang yang suci;.....
bahwa kita terpecah kepada seratus dua puluh enam sekte yang
menjijikkan, yang nama-nama sekte itu tidak dapat dibaca melainkan
dengan tertawaan;...bahwa Luther sangat fasih sekali dengan Setan,
dan mengakhiri kehidupannya dengan seutas tali; bahwa Calvin melakukan
kejahatan yang mengerikan, dan mati dengan luka bernanah pada bagian
kemaluannya, yang dikenakan oleh Langit, dan ia berputus asa dari
keselamatan;..... bahwa nama Luther, itu, dalam bahasa Ibrani adalah
Lulter, mengungkapkan nomor Dajjal 666 [dan] Luther akan membawa
kerajaan Muhammad ke wilayah ini, dan para pendeta dan pengikutnya
akan segera jatuh ke tangan pengikut Muhammad.24
Tentunya jika ada satu agama yang
diputarbalikkan oleh lawan-lawannya, diremehkan, dan dianggap tidak
layak untuk ditolak, maka itu adalah agama ini [Islam]. Jika seseorang
ingin merancang satu doktrin yang rendah dan menjijikkan dengan nama
panggilan yang paling sesuai, maka ia menyebutnya sebagai Mohametan;
dan orang-orang Turki tidak akan mengizinkan doktrin seperti itu:
Seakan-akan tidak ada satu pun yang bagus dari syahadat atau akidah
ajaran Mohammad, semua rukun-nya rusak. Kita tidak perlu merasa heran
akan hal itu, karena ada persamaan besar antara Setan dengan Muhammad
seperti yang telah ditunjukkan dengan banyak argumen oleh pengarang
4th Oration against Mahomet (Orasi keempat untuk melawan Muhammad)...Jika
salah seorang pemuda kita meminta untuk belajar teologi, dan la
didorong oleh semangat yang menggebu-gebu untuk memahami agama yang
dibawa oleh Nabi Muhammad, maka ia akan diminta [mempelajari
karya-karya pengarang Barat yang menulis dengan ketololan].
la tidak disarankan belajar hahasa Arab supaya bisa mendengar
langsung Muhammad berbicara dengan hahasanya sendiri, atau untuk
mendapatkan tulisan-tulisan dari Timur supaya dapat melihat dengan
mata kepala sendiri dan hukan meminjam kaca mata orang lain: Karena
hal itu tidak punya nilai sedikit pun (kata orang hanyak) untuk
rnengarungi kesusahan dan kepayahan yang banyak, hanya semata-mata
untuk mempelajari mimpi dan igauan seorang fanatik.25
Menurut suatu ukuran yang baik, sentimen
terakhir itu masih berlaku pada hari ini, aliran pemikiran revisionis
bersikeras bahwa tidak ada dokumen orang Islam yang memuat kebenaran
kecuali pernyataan orang di luar Islam menyajikan pengesahan atau
verifikasi.26
Terbukti bahwa betapa
orang-orang Kristen dan Yahudi menyerang Islam secara keji sejak zaman
awal Islam, harapan apa yang bakal kita terima dari para pendeta
Kristen dan pemimpin agama Yahudi (rabbi) di zaman pertengahan jika
menginginkan mereka memberi pengesahan terhadap kepentingan kaum
Muslimin, membuktikan kelincahan persaingan sengit dengan objektivitas?
Dengan tanpa syarat, para ilmuwan Barat membenarkan kekejaman yang
begitu banyak di mana orang-orang Yahudi dan Kristen saling menghasut
satu sama lain, dan setiap kelompok dibentengi oleh kejahilan dan
klenik;27
maka atas dasar apa kekejaman mereka yang begitu banyak terhadap kaum
Muslimin harus diterima sebagai kebenaran, walau hal itu lahir dari
kejahilan dan klenik yang sama?
28
ii. Sikap Tidak Memihak dalam Studi Modern
Dalam bukunya yang padat serta mencerahkan,
Covering Islam, Edward Said menyingkap sensasi politik dan
media yang disajikan terhadap komunitas Barat tentang Islam yang
direkayasa. Dikemas sebagai ancaman dekat terhadap kebudayaan Barat,
Islam telah meraih satu-satunya reputasi yang mengancam di mana tidak
ada agama atau kelompok budaya lain yang dapat menghadapi.29
Islam dijadikan "kambing hitam" yang siap pakai dalam setiap fenomena
sosial-politik dan ekonomi yang tidak disetujui oleh Barat.
Kesepakatan politik mereka adalah walaupun hanya sedikit yang mereka
ketahui tentang agama ini, tidak banyak berita tentang Islam yang
dianggap positif.
30
Menghadapi asal-usul pertentangan ini Edward Said mencatat tendensi
sejarah Kristen yang memandang Islam sebagai penceroboh, tantangan
baru terhadap otoritas keagamaan mereka, dan musuh yang mengerikan
sepanjang zaman pertengahan,
Adalah diduga sebagai agama jahat
orang-orang murtad, zindik, dan kegelapan. Tampaknya tidak jadi
masalah bahwa orang-orang Islam menganggap Muhammad sebagai Nabi dan
bukan Tuhan; namun apa yang menjadi masalah bagi orang-orang Kristen
adalah Muhammad itu Nabi palsu, penabur fitnah,... dan sebagai agen
Setan.31
Bahkan ketika Kristen Eropa mulai bangkit,
dengan mengorbankan pemerintahan Islam, rasa takut yang dibuat-buat
secara tidak menentu dan kebenciannya terus berlalu; dengan semakin
dekatnya Islam ke Eropa membuat "Muhamadanisme" dianggap sebagai
bahaya yang mereka tidak akan dapat menguasai seluruhnya secara
memuaskan. India, Cina, dan budaya-budaya Timur yang lain, saat
dikuasai, tetap menjauh dan tidak lagi mendatangkan rasa takut yang
berkepanjangan dari pemerintah dan para pakar teologi Eropa. Hanya
Islam yang muncul berdiri sendiri, tahan uji dan bebas, serta pantang
menyerah terhadap kekuasaan Barat.32
la berkilah secara meyakinkan bahwa tidak pernah terjadi dalam sejarah
Eropa dan Amerika bahwa Islam pernah "dibicarakan dan dipikirkan
secara umum di luar kerangka yang dibuat berdasarkan keinginan, sikap
prejudis, dan kepentingan politik."33
Sementara Peter the Venerable, Barthelemy d'Herbelot, dan para penulis
terdahulu yang lain semuanya tidak diragukan merupakan ahli polemik
Kristen yang selalu meniup kejahatan terhadap agama saingannya, zaman
kita menganggap secara membabi buta bahwa modernisme telah memulas
Orientalisme dari sikap prejudis, dan telah membebaskan, seperti pakar
kimia yang menganalisis struktur molekul secara tepat dari pada
mencari bahan alkemi.
Bukankah benar bahwa Silvestre de Sacy,
Edward Lane, Ernest Renan, Hamilton Gibb, dan Louis Massiggnon adalah
para ilmuwan objektif dan terpelajar, dan bukankah benar bahwa dengan
mengikuti segala kemajuan abad dua puluh dari ilmu sosiologi,
antropologi, bahasa, dan sejarah, para ilmuwan Amerika yang mengajar
bidang Timur Tengah dan Islam di berbagai ternpat seperti Princeton,
Harvard, dan Chicago bersikap tidak memihak dan bebas dari keinginan
khusus dalam hal yang mereka lakukan? Mustahil, begitu jawabnya.34
Semua studi Islam pada hari ini masih
terperangkap dalam kepentingan dan tekanan politik; makalah, ulasan,
dan buku-buku tenggelam dalam kepentingan politik bahkan ketika para
pengarang berusaha melenyapkan perasaan buruk dengan berlindung di
bawah jargon 'kejujuran ilmiah' dan menggunakan gelar-gelar
universitas, mereka ingin menutup setiap motivasi yang tersembunyi.35
1. Saya
diberitahukan seorang kawan bahwa Dr. Wadad al-Qadi telah menyatakan bahwa
ilmuwan Muslim tidak sesuai untuk terlibat dengan setiap penelitian tentang AI-Qur'an
, karena iman mereka. Ini tidaklah mengejutkan; beberapa tahun yang lalu ia
menyampaikan makalah di Kairo dan mengatakan bahwa ilmuwan Muslim mesti mengakui
"otoritas" para peneliti Barat tentang Islam. Dalam pandangannya ketiadaan iman
mereka terhadap Islam inilah yang merupakan satu kelebihan terhadap kelayakan
mereka. la baru-baru ini telah menerima jabatan sebagai associate editor untuk
proyek Encyclopedia of the Qur'an oleh Brill yang sedang ia jalani.
2. John
Bright, The Authority of the Old Testament, Abingdon Press, Nashville,
1967, hlm. 65-66.
3.
Ibid., hlm. 66, mengutip dari Friedrich Delitzsch, Die Grosse Tauschung
(1920).
4.
Ibid., hlm. 67, catatan kaki 21.
5.
Ibid., him. 65.
6. H.
Shanks, "Ousted Chief Scroll Editor Makes His Case: An Interview with John
Strugnell", Biblical Archaeology Review, Juli/Agust. 94, jilid. 20, no.
4, hlm. 41-42.
7.
Ibid., him. 43. Satu anggapan yang menarik yang ia buat mengatakan bahwa "Uskup
Kardinal Paris adalah seorang Yahudi dan hal itu berjalan mulus dengan uskup di
bawah kekuasaannya, padahal mereka bukan beragama Yahudi" [hlm. 43].
8.
Hershel Shanks, "Scholars, Scroll, Secret and 'Crimes"', New York Times, 7
September 1991, muncul dalam gambar 18 dalam Eisenman dan Robinson, A Facsimile
Edition of the Dead Sea Scrolls, Pengantar Penerbit, Cetakan pertama, 1991, hlm.
xli. Perhatikan bahwa dalam cetakan kedua (mungkin juga yang seterusnya) semua
informasi itu telah dibuang.
9. A
Facsimile Edition of the Dead Sea Scrolls, Pengantar Penerbit, hlm. xxi.
10.
Ibid., hlm. xii.
11.
Ibid., hlm. xiii. Tulisan miring adalah tambahan.
12.
Ibid., hlm. xiv.
13.
Ibid., hlm. xiv.
14.
Perhatikan bahwa semua kutipan di alas adalah dari cetakan pertama yang semuanya
dihilangkan dalam cetakan kedua (dan mungkin yang seterusnya). Biblical
Archaeological Society telah berhasil menerbitkan A Facsimile Edition of the
Dead Sea Scroll pada tahun 1991, yang mendapat banyak pujian (tetapi dikecam
pedas oleh para editor skrol itu). Yang membuat saya sangat terperanjat adalah
saya temukan bahwa dalam cetakan yang kedua keseluruhan kata sambutan Hershcl
Shank yang asal telah dipotong dari 36 halaman menjadi dua halaman saja. Tidak
ada catatan penting diberikan untuk pembuangan ini.
15.
H. Shanks, "Scholar Claims Palestinian History is Suppressed in Favor of
Israelites", Biblical Archaeology Review, Maret/April 96, jld. 22, no. 2,
hlm. 54. "Makalah Whitelam begitu dianggap penting sehingga ia disampaikan pada
sidang yang paling kecil yang dibiayai bersama oleh the Society of Biblical
Literature, the American Academy of Religion, dan the American Schools of
Oriental Research." (Ibid., hlm. 54.)
16.
Ibid. hlm. 56.
17.
Ibid. hlm. 56, mengutip pendapat Keith Whitelam.
18.
Ibid. hlm. 69.
19.
Joseph Schacht, The Origins of Muhammadan Jurisprudence, edisi ke 2,
Oxford Univ. Press, 1959, Pendahuluan.
20.
Lihat Isma'il al-'Uthmani, Monthly al-Miskat, Waydah, Morokko, viii, 1419
H., hlm. 28-29.
21.
Edward Said, Covering Islam, Pantheon Books, New York, 1981, hlm. xvii.
22.
H. Reeland, Four Treatises Concerning the Doctrine, Discipline and Worship of
the Mahornetans, London, 1712, hlm. 5-6.
23.
Ibid. hlm. 6-7.
24.
Ibid. hlm. 7-8.
25. Ibid.
hlm. 12. Penekanan (kalimat terakhir) adalah tambahan.
26.
Lihat defnisi Yehuda Nevo mengenai Revisionisme dalam karyanya itu, hlm.7-8
27.
Lihat contohnya sikap para apologis yang terkandung dalam makalah Joseph
Blenkinsopp dan Barclay Newman kedua-duanya [lnjil Review, jld. xii, no.
5, Okt. 1996, hlm. 42-43] tidak termasuk dalam kutipan saya dari hlm. 291-292.
28.
Berikut ini adalah beberapa tuduhan para ilmuwan Kristen abad ke 17 dan 18
terhadap kaum Muslimin yang ditulis dalam bahasa Latin: (1) Kaum Muslimin
menyembah planet Venus; (2) Dan juga menyembah semua makhluk; (3) Dan menolak
keberadaan Neraka; (4) Dan percaya bahwa dosa-dosa
akan terhapus dengan selalu membasuh tubuh; (5) Dan percaya bahwa Setan adalah
kawan Tuhan dan Nabi Muhammad; (6) Dan percaya bahwa semua setan akan diampuni;
(7) Dan percaya bahwa wanita tidak akan masuk surga; (8) Dan percaya bahwa
Maryam mengandung Isa karena memakan buah kurma; (9) Dan percaya bahwa Musa
termasuk golongan yang durhaka. [Lihat Four Treatise karya Reeland, hlm.
47-102].
29.
Edward Said, Covering Islam, hlm. xii.
30.
Ibid. hlm. xv.
31.
Ibid. hlm. 4-5.
32.
Ibid. hlm.. 5.
33.
Ibid. hlm.. 23.
34.
Ibid. hlm.. 23.
35.
Ibid. hlm.. xvii, 23.
|
|