BAB 13 :
APA YANG DISEBUT MUSHAF IBN MAS'UD DAN
TUDUHAN RAGAM BACAAN YG ADA DI DALAMNYA
The
History of The Qur'anic Text hal 215 - 230
Seperti dikatakan sebelumnya, Arthur
Jeffery telah meneliti 170 jilid buku dalam mengumpulkan daftar ragam
bacaan yang menghabiskan sebanyak sekitar 300 halaman dalam bentuk
cetakan, memuat apa yang disebut mushaf milik sekitar tiga puluh orang
ilmuwan. Dari jumlah ini ia mencadangkan 88 halaman guna mengupas
ragam bacaan yang, menurutnya, bermula dari Mushaf Ibn Mas'ud, sedang
65 halaman yang lain dari Mushaf Ubayy. Sedang selebihnya (140 halaman)
khusus membahas dua puluh delapan ilmuwan yang lain. Adanya ragam
bacaan dengan urutan tinggi yang ditudingkan terhadap Ibn Mas'ud
secara tidak wajar, membuat Mushaf itu menarik untuk diteliti dengan
lebih mendalam; beberapa anggapan Jeffery mengenai mushaf itu sebagai
berikut.
-
Berbeda dengan Mushaf Uthmani
dari sisi susunan surah,
-
Mengalami perbedaan teks,
-
Dan tidak memasukkan tiga
surah.
la melempar semua tuduhan walau tak ada
seorang manusia, termasuk sumber-sumbernya, yang pernah menyaksikan "Mushaf'
tersebut dengan semua ragam bacaan yang la katakan. Pada hakikatnya,
tidak satu pun referensi yang dipakai menyebut keberadaan "Mushaf Ibn
Mas'ud"; sebaliknya mereka menggunakan perkataan qara'a (membaca),
dalam konteks bacaan "Ibn Mas'ud terhadap ayat tertentu". Jika kita
lihat secara sepintas terhadap sumber itu, maka akan dapat memunculkan
dua bantahan secara spontan. Pertama, karena mereka tidak pernah
menyatakan bahwa Ibn Mas'ud membaca dari naskah tertulis, maka kita
dengan mudah menganggap bahwa ia membaca melalui hafalannya, dan
bagaimana mungkin dapat kita menyimpulkan bahwa bacaan yang salah itu
bukan disebabkan oleh ingatan yang meleset? Kedua, (hal ini pernah
saya sampaikan sebelumnya), kebanyakan referensi Jeffery sama sekali
tidak memiliki isnad yang menyulitkan untuk dapat diterima karena
sumber itu tidak menawarkan sesuatu kecuali fitnah.
Membandingkan sebuah Mushaf yang dikaitkan
dengan ilmuwan tertentu dengan Mushaf `Uthmani akan tak membawa faedah,
kecuali dapat menunjukkan bahwa keduanya memiliki status yang sama,
membuktikan kebenaran yang pertama dengan keyakinan yang kita miliki.
lsi kandungan sebuah Mushaf, sama seperti hadith atau qira'at,
yang hanya dapat diriwayatkan melalui cara yang ditentukan oleh para
ilmuwan:
-
Sahih dengan keyakinan Sepenuhnya,
atau
-
Meragukan, atau
-
Sama sekali palsu (baik karena
kesalahan disengaja ataupun tidak di sengaja).
Katakanlah kebanyakan para murid Ibn
Mas'ud (seperli al-Aswad, Masruy, ash-Shaibani, Abti Wa'il, al-Hamadani,
'Alqamah, Zirr, dan lainnya) melaporkan satu pemyataan secara sepakat,
maka jika dikaitkan dengan Ibn Mas'ud akan dianggap sah dan diterima.
Jika sebagian besar dapat menyepakati, sementara satu atau dua orang
murid yang terkenal meriwayatkan sesuatu yang berlainan, maka anggapan
yang minoritas ini disebut "meragukan". Jika yang minoritas terdiri
dari para murid yang bernilai pas-pasan serta tak dikenal, tetapi
pernyataan mereka menyalahi kesepakatan para murid yang ngetop, maka
akan dimasukkan ke dalam kelompok ke tiga yang benar-benar palsu.
Guna menyatukan manuskrip, "kesamaan
status" menjadi konsep yang sangat penting. Jika kita temukan dokumen
tulisan tangan pengarang pertama, kedudukannya secara ilmiah dari
naskah salinan yang dimiliki oleh para murid yang terkenal (apa lagi
murid bayangan) akan secara otomatis hilang nilainya. Melakukan
sebaliknya, atau menyamakan yang asli dengan duplikat dianggap sangat
tidak ilmiah.1
Dengan memahami masalah ini, marilah kita hadapi tuduhan-tuduhan
Jeffery.
1. Susunan Mushaf Ibn
Mas'ud
Tak ada satu dari mereka yang hidup
sezaman dengan Ibn Mas'ud menyebut Mushaf yang dimilikinya memuat
susunan surah yang berlainan, isu itu muncul ke permukaan setelah
beliau wafat. An-Nadim mengutip al-Fadl bin Shadhan, "Saya melihat
susunan surah dalam Mushaf Ibn Mas'ud sebagai berikut: al-Baqarah,
an-Nisa', `Ali `Imran...[yaitu, tanpa al-Fatihah]."2
Seterusnya melalui komentar, an-Nadim menyebut bahwa secara pribadi,
ia pemah melihat berbagai Mushaf yang dikaitkan kepada Ibn Mas'ud,
akan tetapi ia tidak pemah melihat dua naskah yang mirip satu sama
lain, ditambah lagi ia juga menemukan satu naskah di abad kedua Hijrah
yang memuat surah al-Fatihah. Karena al-Fadl bin Shadhan terhitung
memiliki wewenang keilmuan yang cukup terpandang dalam bidang ini, an-Nadim
memutuskan lebih baik mengutip daripada mengutamakan observasi sendiri.3Komentar
an-Nadim membuktikan bahwa mereka yang menganggap adanya kelainan pada
Mushaf Ibn Mas'ud tidak dapat menyatakan secara pasti susunan surah
yang sebenarnya, walau pada tahapan keyakinan yang paling minim.
Terdapat jumlah signifikan dari
murid-murid yang terkenal yang belajar Shari'ah (hukum Islam dan fiqih)
di bawah bimbingan Ibn Mas'ud dan meriwayatkan AI-Qur'an darinya.
Mengenai Mushafnya, kita menemukan dua riwayat silang: yang pertama
menyebutkan bahwa susunan surah berlainan dengan yang kita miliki,
sementara yang lain mengatakan sama. Yang pertama gagal mencapai
kesepakatan mengenai urutan surah, dan ternyata riwayat ke dua jauh
lebih meyakinkan. Tentunya versi yang lebih konkret akan lebih menarik
perhatian kita. AI-Qur'an memperjelas apa yang pernah ia lihat tentang
Mushaf Ibn Mas'ud, Ubayy, dan Zaid bin Thabit, dan melihatnya tidak
terdapat perbedaan.4
Melalui kesepakatan para qari profesional,
mereka mengikuti nada bacaan salah satu dari tujuh qari yang memiliki
urutan teratas: misalnya `Uthman, 'All, Zaid bin Thabit, Ubayy, Abu
Musa al-Ash'ari, Abu ad-Darda', dan Ibn Mas'ud. Jaringan mata rantai
riwayat bacaan mereka langsung sampai pada Nabi Muhammad
, dan susunan surah pada tiap-tiap
bacaan persis sama dengan AI-Qur'an yang ada sekarang. Kita juga mesti
ingat, kalaupun kita memberi penilaian pada riwayat yang sumbang,
perbedaan susunan surah tidak akan berpengaruh pada isi kandungan AI-Qur'an
.5
Karena setelah menghafal sebagian besar
dari AI-Qur'an secara langsung dari Nabi Muhammad, Ibn Mas'ud ternyata
sangat kritis dan bahkan pernah berang saat tidak diikutsertakan dalam
kepanitiaan penyiapan Mushaf 'Uthmani, dengan melempar kecaman pedas
yang membuat para Sahabat merasa gerah. Kemudian saat kemarahan mereda,
bisa jadi juga ia telah menyatakan penyesalan atas komentarnya yang
tergesa-gesa, dan lalu menyusun surah-surah dalam Mushaf pribadinya
mengikuti urutan Mushaf 'Uthmani. Barangkali inilah pemicu munculnya
dua riwayat yang berseberangan, urutannya sama, namun berbeda dengan
milik `Uthman, kendati yang tahu persis penyebabnya hanya Allah swt..
Penyimpangan yang mungkin terjadi pada kebanyakan "Mushaf Ibn Mas'ud"
yang muncul setelah wafatnya, di mana satu sama lain tidak sama,
menunjukkan bahwa seluruh Mushaf yang dikaitkan kepadanya dianggap
satu kekeliruan, dan para ilmuwan yang melakukan hal itu tampaknya
juga lalai dalam meneliti sumber-sumber yang ada. Sayangnya, para
penjual barang-barang kuno itu, lebih suka melihat dari sisi
keuntungan, gara-gara mementingkan kepingan fulus perak, berani
membuat taruhan menamhah Mushaf palsu Ibn Mas'ud atau Ubayy ke atas
barang dagangan mereka.6
2. Teks yang Berbeda
dengan Mushaf Kita
Di atas, tadi sudah saya sebut perlunya
kepastian tentang Mushaf Ibn Mas'ud. Ketika meneliti berbagai ragam
bacaan, Abu Hayyan an-Nahawi menemukan kebaayakan riwayat dikaitkan
dengan Ibn Mas'ud, mengambil sumber dari kelompok Syiah. Sementara
para ilmuwan Sunni di sisi lain menyatakan bahwa bacaan Ibn Mas'ud
senada dengan bacaan seluruh umat Islam.7 Oleh
karena itu, pengaruh dari sumber itu tidak dapat mengubah keyakinan
dan pengetahuan kita. Pada halaman 57-73 Kitab al-Masahif (yang
disunting oleh Jeffery), dalam bab "Mushaf `Abdullah bin Mas'ud," kita
mendapat koleksi ragam bacaan yang panjang itu, semuanya bersumber
dari al-A'mash (w. 148 H.). AI-A'mash bukan saja tidak memberi
referensi untuk hal itu - dan yang lebih mengejutkan, kesukaannya
melakukan tadlis (menggelapkan sumber infotmasi) - ia juga dianggap
memiliki kecenderungan terhadap Syiah.8
Banyak contoh yang dapat menguatkan kesimpulan Abu Hayyan mengenai
hubungan Syiah itu. Dalam bukunya, Jeffery mengaitkan bacaan berikut
terhadap Ubayy dan Ibn Mas`ud (walaupun tanpa referensi):9
"Dan mereka yang paling dulu percaya
terhadap Nabi Muhammad, alaihis salam, adalah 'Ali dan
keturunannya yang Allah telah pilih dari kalangan para Sahabat dan
dijadikannya mereka sebagai pemimpin atas yang lain. Mereka itulah
orang-orang yang menang dan yang akan mewarisi surga Firdaus,
mereka kekal selama-lamanya."
Sementara yang disebut dalam AI-Qur'an
('Dan
orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu
[masuk surga]. Mereka itulah orang yang didekatkan [kepada
Allah.])10
Penghormatan yang berlebihan pada keturunan 'Ali, tanpa diragukan,
menyimpan perasaan membela Syiah.11
|
Melibatkan diri dalam penelitian,
memerlukan dasar pijakan yang kuat. Namun dalam hal ini, kita
menemukan mereka tenggelam dalam arus kabar angin yang hampir sama
sekali tidak punya jaringan mata rantai transmisi, dan gagal dalam
menyajikan pendapat logis mengenai apa yang dikatakan sebagai 'Mushhaf
Ibn Mas'ud' itu. Dalam keadaan seperti ini, pendekatan dan penemuan
Jeffery, seperti yang dapat kita lihat, pada intinya sangat naif.
3. Tiga Surah yang Dihilangkan
Surah pertama dan dua surah yang terakhir
(Surah al-Fatihah, al-Falaq dan an-Nas), menurut beberapa riwayat,
tidak terdapat dalam Mushaf Ibn Mas'ud.12
Tampaknya seluruh masalah yang ada sangat meragukan. Jeffery mengawali
tulisannya dengan melempar tudingan ragam bacaan dari Surah al-Fatihah:
arshidna dan bukan ihdina, dan juga man, bukan
alladhina.13
Di mana dia berkilah bahwa surah ini tidak pemah ada, jadi dari mana
dia mendapat ragam bacaan ini? Para pembaca tentu masih ingat komentar
an-Nadim sebelum ini bahwa ia pernah menemukan sebuah Mushaf yang
dikaitkan dengan Ibn Mas' ud yang memuat surah al-Fatihah. Ingat bahwa
surah al-Fatihah itu tak perlu dipertanyakan lagi, merupakan surah
yang paling sering dibaca dalam AI-Qur'an, dan juga bagian yang tidak
terpisahkan dari setiap rakaat dalam shalat. Dalam shalat berjamaah,
surah itu menggema dari tiap menara masjid sebanyak enam kali dalam
sehari, dan delapan kali pada tiap hari Jumat. Oleh sebab itu,
tudingan adanya ragam bacaan al-Fatihah tidak perlu dianggap serius,
dan secara logika bacaan surah ini diperdengarkan pada telinga setiap
Muslim bermula sejak zaman Nabi Muhammad
.
14
Seorang yang cenderung ingin menyalin
beberapa surah Tertentu, kurang begitu suka dengan yang lain, ia behas
melakukannya, bahkan membual tambahan pada sisi halaman juga
dibenarkan selama hal itu dipisahkan dari Kitab Suci. Kejadian seperti
itu tidak bisa dipakai untuk berkilah menentang keutuhan AI-Qur'an.
Mushaf' Uthmani yang memuat Kalam Allah yang tidak pernah temodai dan
dibagi ke dalam 114 surah, sudah jadi kepercayaan yang tak mungkin
terusik bagi kaum Muslimin; siapa yang mengelak menerima pandangan ini,
ia akan jadi buangan. Kalaulah Ibn Mas'ud menolak tiga surah ini, maka
nasibnya juga sama.
Al-Baqillani sampai pada argumentasi yang
menyeluruh dan meyakinkan dalam menafikan laporan miring seperti
tersebut di alas. la menyatakan bahwa siapa yang menolak surah
tertentu yang merupakan bagian dari Al-Qur an, maka ia dianggap murtad
atau fasik. Jadi salah satu sifat ini akan terkena pada Ibn Mas'ud
kalau riwayat itu benar adanya. Dalam banyak hadith, Nabi Muhammad
memuji kesalehannya dan tidak mungkin
berbuat macam-macam. Orang-orang yang hidup sezaman dengan Ibn Mas'ud
juga berkewajiban, kalau mereka melihat sesuatu yang mencemarkan
kepercayaannya, mengungkapkannya sebagai penyeleweng atau murtad, jika
tidak, berarti mereka mencemarkan diri sendiri. Namun kenyataannya,
mereka yang hidup sezaman dengannya sepakat dalam memuji keilmuan yang
dimiliki tanpa satu orang pun yang berseberangan. Dalam pandangan al-Baqillani,
keadaan itu hanya mempunyai dua implikasi: kemungkinan Ibn Mas'ud
tidak pernah menolak status sebenarnya mengenai surah itu, atau para
ilmuwan yang mengenalnya kurang tepat dalam menghadapi fitnah yang
semestinya perlu diganyang ketika itu.15
i. Analisis Isi Kandungan Mushaf Ibn Mas'ud
Asal usul munculnya penghapusan
surah-surah ini, urutannya dapat dibuat sebagai berikut; dalam hal ini
jaringan mata rantai transmisi mendahului setiap riwayat.
-
'Asim-Zirr (salah seorang murid Ibn
Mas'ud)-Ibn Mas'ud: riwayat membuat tudingan bahwa ia tidak
menuliskan dua surah (no. 113 dan 114) dalam Mushafnya.16
-
AI-A'mash-Abu Islury-'Ahdur-Rahman bin
Yazid: Ibn Mas'ud menghapus suruh Mu'awwidluuain (surah 113 and
114) dari Must afnya dan mcngatakan bahwa keduanya bukan bagian dart
Al-Qur'an .17
-
Ibn 'Uyaynah-`Abdah dan `Asim-Zirr: "Saya
berkata pada Ubayy, 'Saudaramu menghapus surah 113 dan 114 dari
Mushafnya', yang mana ia tidak menolaknya. Ketika ditanya apakah
yang dimaksudkan itu adalah Ibn Mas'ud, Ibn `Uyaynah menjawab dengan
nada pasti dan menambah bahwa kedua surah itu tidak ada dalam
Mushafnya karena ia menganggap sebagai doa perlindungan Ilahi yang
digunakan oleh Nabi Muhammad
untuk
cucunya al-Hasan dan al-Husain. Ibn Mas'ud tetap tidak mengubah
pendiriannya, sementara yang lain yakin dan memasukkannya ke dalam
AI-Qur'an.18
Jadi, dalam riwayat kedua dan ketiga, Ibn
Mas'ud menghapus surah-surah yang sempat masuk dalam Mushafnya, jika
demikian mengapa dia menulisnya saat pertama kali? Hal ini tentu tidak
masuk akal. Kalau dikatakan Mushaf itu telah ditulis dan memuat dua
surah terakhir, sudah tentu keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh
dari Mushaf yang beredar pada saat itu. Kalau terdapat keraguan, maka
menjadi kewajiban Ibn Mas'ud memastikan masalah yang ada dengan para
ilmuwan lain sewaktu di Madinah maupun tempat lain. Dalam satu
fatwanya, ia pemah menyatakan bahwa lelaki yang mengawini wanita lalu
menceraikan sebelum jima', maka ia boleh mengawini ibu wanita itu.
Ketika in berkunjung ke Madinah dan membahas isu itu selanjutnya, ia
mengakui telah bersalah clan kemudian membatalkan fatwanya. Misi
pertama saat kembali ke Kufah adalah menemui orang yang pernah minta
fatwa dan mengatakan bahwa hal itu tidak benar. Demikianlah sikapnya
dalam bidang ilmiah, maka lebih-lebih lagi dalam isu yang jauh lebih
penting mengenai AI-Qur'an. Semua bukti yang lebih masuk akal
menunjukkan semua cerita yang tidak wajar mengenai dirinya adalah
palsu, dan para ilmuwan zaman dulu seperti an-Nawawi dan Ibn Hazm
menyatakan bahwa yang ditimpakan pada Ibn Mas'ud itu bohong.19
Ibn Hajar, salah satu muhaddithun
terkemuka, menolak kesimpulan itu. Selagi Ibn Hanbal, Bazzar, at-Tabarani
dan lainnya mengutip kejadian itu melalui jaringan mata rantai riwayat
yang sahih, maka ia memberi alasan bahwa tudingam itu tidak dapat
dinafikan sesederhana itu; melakukan hal itu berarti menafikan hadith
sahih tanpa dukungan sewajarnya. Ibn Hajar berusaha membuat kompromi
pada kedua riwayat yang berseberangan dengan berpijak pada penafsiran
Ibn as-Sabbagh: dalam ulasan pertama Ibn Mas'ud tetap enggan mengakui
kedudukan keduanya sebagai surah AI-Qur' an, tetapi setelah diketahui
tidak dipersoalkan oleh umat dan merupakan bagian dari AI-Qur'an,
sikap keraguannya semakin mencair dan akhimya percaya seperti yang
lain.20
Argumentasi di atas merupakan yang terkuat
yang saya pernah lihat dalam memberi dukungan terhadap tudingan itu.
Untuk mengupas persoalan lebih lanjut, saya akan berpijak pada metode
muhaddithun lain guna menyingkap kekeliruan pendirian Ibn Hajar
itu.
ii. Keyakinan Ibn Mas'ud
Telah saya tegaskan sebelumnya bahwa al-Fatihah,
tujuh ayat yang paling sering dibaca di masjid dan rumah-rumah
semenjak zaman Nabi Muhammad
secara
logika tak mungkin ditolak oleh Ibn Mas'ud. Persoalannya, menyangkut
surah 113 dan I l4. Dalam jaringan cerita ke tiga, kita temukan bahwa
Ubayy tidak menolak Ibn Mas'ud, dengan mendengar bahwa ia telah
menghapus surah pungkasan itu, ia tidak bermaksud menolak. Apa artinya?
Itu berarti ia setuju, ataupun tidak setuju tapi bertahan setelah
melihat ada perbedaan. Karena kita tahu Mushaf Ubayy memuat kedua
stirah tersebut, maka kita tidak bisa menerima persetujuannya. Begitu
juga kita mesti menolak ketidaksetujuannya karena sikap tidak peduli
sama dengan mengatakan bahwa masyarakat bebas memilih bagian AI-Qur'an
apa saja yang mungkin dianggap menarik. Dalam hal ini, tidak seorang
pun dapat mendominasi sikap yang demikian dan masih tetap dianggap
sebagai Muslim. Oleh sebab itu, riwayat mengenai diamnya Ubayy
merupakan kepalsuan yang nyata.21
Sekarang kita hendak melihat penyesuaian
yang dilakukan oleh ibn as-Sabbagh. Banyak dari kalangan para Sahabat
seperti Fatimah, A'ishah, Abu Harairah, Ibn `Abbas dan Ibn Mas'ud
meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad selalu
membaca AI-Qur'an dengan Malaikat Jibril tiap Ramadhan satu kali dalam
setahun, dan dua kali dalam tahun sebelum beliau wafat. Bahkan dalam
tahun terakhir, Ibn Mas'ud juga ikut serta. Dia juga membaca Kitab itu
dua kali bersama Nabi Muhammad
yang
kemudian memujinya dengan ucapan laqad ahsanta (bacaan Anda
hagus). berdasarkan kejadian itu pula Ibn 'Abbas menganggap bacaan Ibn
Mas'ud sebagai yang jelas dan tepat.22
Pujian tersebut mcnunjukkan bahwa AI-Qur'an terekam dalam ingatan yang
penuh kepastian; murid-muridnya yang cemerlang, seperti `Alqamah, al-Aswad,
Masruq, as-Sulami, Abu Wa'il, ash-Shaibani, al-Hamadani, dan Zirr,
semuanya meriwayatkan AI-Qur'an yang mereka terima dari padanya
berjumlah sebanyak 114 surah. Hanya salah satu murid Zirr, `Asim,
satu-satunya yang memberi pernyataan konyol kendati ia mengajarkan
seluruh isi kandungan Kitab Suci atas wewenang Ibn Mas'ud.23
Salah satu karya Ibn Hajar, yaitu sebuah
risalah ringkas mengenai hadith yang berjudul Nuzhat an-Nazar,
memberitahukan kita bahwa jika seorang perawi yang tepercaya (katakanlah
seorang ilmuwan betahap B) membelakangi pendapat perawi lain yang
lebih tinggi kedudukannya (yaitu ilmuwan bertahap A), ataupun bila
terdapat ilmuwan lebih banyak (yang sama derajatnya) mendukung satu
versi cerita dari yang lain, maka penjelasan yang dikemukakan oleh
yang lebih rendah disebut shadh (nyleneh dan loyo). Dalam
berita di atas kita dihadapkan pada satu pernyataan laksana seorang
atlet renang yang coba-coba hendak melawan arus raksasa, yang
menjadikan hal ini dapat dipandang sebagai satu kebatilan.24
Ini tentunya berlandaskan pada metode yang dipakai oleh para
muhaddithun, yang walaupun Ibn Hajar mengutip ketentuan-ketentuan
itu, namun barangkali saat itu mental beliau dalam keadaan tidak
begitu prima atau, dalam hal ini, dimana seorang yang intelijen pun
boleh jadi mengalami hal yang sama. Mungkin ada pendapat yang menyebut,
guna mengangkat permasalahan shadh dan batil memerlukan
dua pernyataan silang, sementara apa yang kita hadapi adalah hanya
berkaitan dengan penghapusan surah 113 dan 114, tanpa ada oposisi.
Alasannya sederhana, dalam suasana yang normal hanya ketidaknormalan
yang biasanya diangkat menjadi bahan cerita. Contohnya, darah yang
mengucur keluar dari urat kita berwama merah adalah sesuatu yang biasa,
tetapi darah berwarna biru (sejenis kepiting) adalah sesuatu yang luar
biasa dan akan mendapat liputan lebih banyak. Hal yang serupa, kita
tidak akan mempersoalkan murid-murid Ibn Mas'ud yang gagal
memberitahukan kita apakah guru mereka meyakini 114 surah, karena itu
sudah jadi masalah yang lumrah. Hanya mereka yang percaya sedikit atau
lebih, akan menjadi objek pemberitaan.
Komentar yang saya kemukakan terhadap
Mushaf Ibn Mas'ud dapat juga diterapkan pada Ubayy bin Ka'b, atau
siapa saja dalam masalah tersebut.
4. Kapan Suatu
Tulisan itu Dapat Diterima Sebagai Bagian dari AI-Quran?
Hammad bin Salamah meriwayatkan bahwa
Mushaf Ubayy mcmuat dua surah lebih, yang disebut al-Hafad dan
al-Khala'.25
Berita ini betul-hetul palsu karena terdapat cacat besar dalam
jaringan mata rantai perawinya, karena jarak waktu yang tak terhitung,
sekurang-kurangnya, dua atau tiga generasi antara kematian Ubayy (w.
sekitar 30 H.) dan kegiatan ilmiah Hammad (w. 167 H.). Selain itu,
kita juga mesti ingat bahwa catatan yang dibuat dalam buku tidak
menjadi bagian dari buku itu sendiri. Tetapi katakanlah, sekadar untuk
adu alasan dalam berdebat, kita menerima bahwa beberapa alinea lebih
tertulis dalam Mushaf Ubayy. Adakah alinea langsung dan otomatis
meningkat sama kedudukannya dengan AI-Qur'an? Tentu saja tidak. Mushaf
'Uthmani terselesaikan, dan disebarluaskan melalui para guru yang
mengajarkannya setelah mendapat wewenang yang sesuai dan jadi
ketentuan dalam menetapkan apakah sesuatu teks itu AI-Qur'an, bukan
sekadar coret-coretan tak menentu dari manuskrip ilegal.
i. Prinsip Menenukan Ayat sebagai Al-Qur'an
Tiga pedoman yang hendaknya terpenuhi
sebelum cara sebuah bacaan suatu ayat dapat diterima sebagai AI-Qur'an:
-
Qira'at mesti tidak diriwayatkan hanya
dari satu sumber yang memiliki otoritas, melainkan melalui sejumlah
riwayat besar (yang cukup untuk melenyapkan kemungkinan adanya
kesalahan yang masuk), yang juga sampai kepada Nabi Muhammad
yang
dapat menjamin keaslian dan kepastian bacaan.
-
Teks bacaan mesti sama dengan apa yang
terdapat dalam Mushaf 'Uthmani.
-
Cara pengucapan mesti senada dengan tata
bahasa Arab yang benar.
Semua karya tulis yang memiliki otoritas
dalam bidang qira'at, seperti Kitab as-Sab`af fi al-Qira'at
oleh Ibn Mujahid, pada umumnya menyebut adanya pembaca tunggal di
setiap pusat kegiatan ilmu Islam yang kemudian diikuti oleh dua atau
tiga orang murid. Daftar yang minim seperti itu tampaknya
berseberangan dengan prinsip pertama. Bagaimana dapat menjelaskan
seorang ahli membaca AI-Qui an (qari) dan dua muridnya dari Basrah
misalnya, membuktikan bahwa qira'at itu diriwayatkan melalui
jalur riwayat yang besar? Untuk menjelaskan persoalan ini para pembaca
hendaknya melihat kembali topik "Ijazah bacaan" pada bab sebelum ini.26
Prof. Robson dan Ishaq Khan, yang menyajikan jalur riwayat Sunan
Ibn Majah melalui Ibn Qudamah, hanya bisa mendapatkan beberapa
nama saja, sementara dengan melacak ijazah bacaan kami temukan lebih
dari 450 murid. Itu pun hanya dari satu manuskrip; naskah-naskah
tambahan lain yang juga dari jaringan mata rantai periwayatan yang
sama, dapat memberi angka yang lebih besar. Sama halnya dengan
menyebut dua atau tiga nama murid adalah semata-mata sebagai yang
terwakili dan dimaksudkan untuk menghemat waktu penyusunan dan juga
bahan tulisan, dan terserah pada para ilmuwan yang merasa berminat
akan hal itu untuk mengupas secara tuntas.
Ada perbedaan mendasar
antara AI-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad
dalam
hal penyampaian riwayat melalui otoritas tunggal. Satu-satunya ilmuwan
dan hafal satu hadith bisa jadi, ketika ia mengajar melalui hafalannya,
merasa perlu mencari persamaan kata pengganti saat terlupa pada
kata-kata yang sebenarnya. Jika tak seorang pun yang meriwayatkan
hadith itu, maka ketidak telitiannya akan berlalu secara mudah tanpa
terditeksi. Bandingkan hal itu dengan AI-Qur' an. Dalam tiga shalat
jamaah, shalat Jumat, Tarawih, Idul Fitri, dan Idul Adha, imam akan
membaca dengan suara kuat dan mendapat dukungan dari jamaah di
belakangnya. Jika tidak ada anggota jamaah yang menegur, berarti
bacaannya mendapat restu orang banyak yang jumlahnya ratusan, ribuan,
atau bahkan puluhan ribu. Tetapi apabila ada teguran ketika shalat,
sedangkan imam tetap memaksakan bacaan yang menyalahi Mushaf 'Uthmani,
ia akan didongkrak secepatnya sebagai imam shalat. Tak akan mungkin
terdapat kekeliruan dalam qira'at yang dapat lewat begitu saja,
dan semua yang melanggar batas-batas yang telah ditetapkan akan segera
disingkirkan. Batas-batas yang ditetapkan dengan jelas seperti ini
yang merupakan sumber penyelamat utama Al-Qui an .27
Mari kita periksa
setiap naskah yang dikaitkan dengan AI-Qur'an dengan berpijak pada
prinsip-prinsip di atas. Tampak jelas prinsip yang pertama itu tidak
ada, karena naskah [dua surah Ubayy itu] tidak memberi penjelasan
tenlang yang meriwayatkan. Mengenai syarat kedua; apakah hal ini
sejalan dengan Mushaf 'Uthman? Adanya ketidakserasian sekecil apa pun
dalam masalah kerangka huruf hidup, dapat menyebabkan runtuhnya nilai
kepercayaan. la mungkin bisa dipakai untuk yang lain, kecuali untuk
menjadi bagian dari AI-Qur'an. ltu merupakan kesepakatan kaum Muslimin
semenjak empat belas abad yang lalu.
Berbicara mengenai kerangka huruf mati,
perlu kita sebut di sini masalah huruf hidup (contohnya alif jika
terletak di tengah sebuah kata) biasanya menampilkan ortografi yang
agak lain, biasanya tergantung pada pertimbangan penulis. Lihat contoh
him. 131-5 dan juga penerbitan faksimile dalam bahasa Prancis
baru-baru ini mengenai kepingan naskah Al-Qui an.28
Dalam contoh yang kedua kita menemukan kata qalu (dengan alif
di tengah) ditulis dengan qalu (tanpa alif di tengah).
Berdasarkan ketentuan ini, maka hat yang sama dapat terjadi pada
kepingan naskah AI-Qui an yang ditemukan di Yaman. Perbedaan pada
tahapan ini tidak akan membuat kita keblinger, kita mesti
memperlakukan masalah ini persis sama seperti kata color vs. colour
atau center vs. centre dalam bahasa Inggris, karena kelainan ortografi
laiknya kesatuan halus yang selalu muncul dalam bahasa manapun .29
Namun apabila sekeping tulisan itu jatuh ke tangan mereka yang selalu
ingin tahu, meski dibenarkan adanya perbedaan ortografi, tetapi tidak
sesuai dengan kerangka AI-Qur'an `Uthmani, kita mesti singkirkan
jauh-jauh ke luar dan menganggapnya sebagai hal yang palsu dan tidak
berlaku. Tentunya jika terdapat tanda-tanda huruf mati yang hilang
disebabkan kesalahan menulis, maka hal itu akan bisa diterima sebagai
bagian dari AI-Qur'an. Contohnya, al-fawahish ditulis al-wahish,
di mana penulisnya meninggalkan huruf Fa'.30
ii. Contoh Hukuman bagi Ilmuwan Karena Menyalahi
Ketentuan di atas
Ibn Sanbudh (w. 328/939), salah seorang
ilmuwan terbesar di bidang qira'at di zamannya, menganggap
remeh naskah 'Uthmani dalam membaca AI-Qur'an. Karena bacaan itu
terbukti benar melalui jalur transmisi yang berlainan serta sesuai
dengan grammar hahasa Arab, ia beranggapan bacaan itu sah walaupun
berbeda dengan Mushaf 'Uthmani. Dalam persidangan hukum, ia diminta
bertobat dan akhimya dikenakan hukum cambuk sebanyak sepuluh kali.31
An-Nadim mengutip surat pengakuan Ibn Shanbudh sebagai berikut:32
Dalam kalimat di bawah menunjukkan bahwa Ibn Shanbudh mengakui
kesalahan melanggar Mushaf yang didukung oleh seluruh umat, dan
kemudian mohon ampunan Allah
|
-
Seorang ilmuwan lain, Ibn Miqsam (w.
354/965) juga diminta bertobat di depan para fuqaha' dan
qurra' karena teori bacaannya yang berbeda. Teorinya menyebutkan,
bacaan siapa saja selama masih sesuai dengan Mushaf `Uthmani dan
kaidah bahasa Arab, dapat dianggap sah tanpa perlu menyelidiki asal
usul jalur qira'at dan mendapat pengesahan mengenai
tanda-tanda bacaan yang berkaitan dengan tiap-tiap ayat.33
Seorang ilmuwan meremehkan prinsip yang
kedua, sementara yang lain menganggap rendah ketentuan yang pertama.
Rev. Mingana menyatakan penyesalannya bagi yang mau menerima kedua
ilmuwan itu.34
Sekurang-kurangnya, kita dapat menganggap suatu yang wajar setelah
mengetahui bahwa keduanya diberi perlakuan atas dasar belas kasih
ketimbang William Tyndale (1494-1536), gara-gara salah menerjemahkan
kitab Injil ke dalam bahasa Inggris, dihajar hukum bakar hidup-hidup (menurut
versi Bible King James).35
5.
Kesimpulan
Para ilmuwan Yahudi dan Kristen sejak lama
telah menyimpan obsesi ingin melecehkan adanya perbedaan terhadap
Al-Qur'an, hanya Allah dengan begitu mudah mengamankan dan memelihara
Kitab-Nya sehingga segala upaya dan sumber yang jadi andalan hanya
mampu menjadikan mereka kewalahan. Abad ke-20 ini menyaksikan adanya
satu Lembaga Kajian AI-Qur'an yang didirikan oleh Universitas Munich.
Seluruh ruangan gedung dipenuhi sebanyak empat puluh ribu naskah AI-Qur'an
dari berbagai abad dan negara dan kebanyakan dalam bentuk foto asli,
sedang para stafnya asyik menyibukkan diri membandingkan kata-kata
dari setiap naskah sebagai upaya yang tak kenal lelah dalam menyingkap
perbedaan yang terdapat dalam AI-Qur'an.
Beberapa waktu sebelum Perang Dunia II,
laporan pendahuluan yang cukup mantap telah diterbitkan yang menyebut
bahwa tentunya terdapat kekeliruan dalam menyalin manuskrip Al-Qur'an,
kendati tidak terdapat ragam perbedaan. Selama peperangan, Amerika
mengebom lembaga tersebut menghancurkan keseluruhan yang ada termasuk
direksi, staf, dan semua pakar perpustakaan... Ini semua membuktikan
bahwa tidak ada perbedaan pada naskah-naskah AI-Qur'an sejak abad
pertama hingga ke abad ini.36
Jeffery mengakui fakta ini kendati secara
sinis ia menyesal bahwa "Secara praktis semua Mushaf-Mushaf terdahulu
dan kepingan-kepingan naskah yang selama ini diteliti dengan hati-hati
membuktikan adanya kesamaan teks, kalau pun terdapat perbedaan, hal
itu hampir keseluruhannya dapat diterangkan sebagai kesalahan tulisan."37
Bergtrasser juga memiliki kesimpulan yang sama.38
Namun Jeffery tetap memaksakan pendapat bahwa teks-teks itu "tampaknya
belum ditetapkan hingga abad ke-3 Islam"39
[dan karenanya] agak penasaran bahwa tidak terdapat contoh teks lain
yang masih bertahan di antara semua kepingan-kepingan itu yang selama
ini diteliti."40
Untuk menjawab kebimbangan yang dimiliki, tampaknya ia masih belum
dapat melihat hutan rimba dengan aneka ragam pohon dan tumbuh-tumbuhan
yang terdapat di dalamnya. Jelasnya, tidak pernah terdapat teks-teks
yang berlainan.
Daripada merengek-rengek kepada komplatan
Orientalis yang selalu berubah sikap menurut kepentingannya, kaum
Muslimin hendaknya tetap meniti jalan yang dilalui para muhaddithun
zaman dulu. Apa sebenamya hasil yang mungkin diraih sekiranya kita
hendak menerapkan kriteria terhadap kajian kitab Injil? Coba renungkan
contoh berikut ini, sekadar gambaran betapa rapuhnya dasar-dasar teori
mereka. Dalam Dictionary of the Bible, dalam artikel yang
berjudul "Jesus Christ", kita dapat membaca, "Satu-satunya saksi dalam
pemakaman [Kristus] terdapat dua orang wanita..." Kemudian dalam judul
lain, "The Resurrection", "Banyak sekali kesulitan yang berkaitan
dengan bahasan ini, dan juga berita-beritanya, yang juga tak banyak
jumlahnya dan bahkan mengecewakan, serta memuat beberapa perbedaan
tertentu yang tak mungkin dicarikan titik temu atau penyelesaian;
tetapi para pakar sejarah yang konsisten dengan aturan-aturan yang
paling tepat dan merasa terikat oleh disiplin ilmiah, menemukan bukti
yang cukup memadai untuk meyakini fakta itu."41
Kita hanya mampu meraba-raba bahwa 'fakta-fakta'
dalam posisi lebih tinggi dari yang lain dan tidak perlu lagi
mencari-cari bukti. Apa jadinya jika kita hendak menerapkan metode
kita sendiri? Apa yang dapat kita sebut mengenai cerita penguburan
Yesus Kristus? Pertama, siapakah orang yang mengarang cerita dalam
Injil itu? Semuanya tidak ada yang dikenal secara pasti dan cerita itu
pun hampa. Kedua, siapa yang membawa pernyataan dua orang wanita itu
kepada pengarang? Entahlah. Ketiga, jaringan mata rantai riwayat macam
mana yang dapat dipakai sebagai ukuran? Tidak ada. Semua cerita yang
adalah hasil rekayasa.
Upaya mencari perbedaan dalam Al-Qur'an
terus berjalan tanpa henti, dan bahkan Brill ikut memanasi usaha ini
dengan membuat Encyclopedia AI-Qur'an (sebanyak empat jilid) yang akan
terbit dalam beberapa tahun mendatang. Di antara badan penasihatnya,
selain para ilmuwan Yahudi dan Kristen, tak ada lain adalah M. Arkoun
dan Nasr Abu Zaid yang sudah dianggap sebagai penyeleweng (heretics)
di negara-negara Islam.
Penilaian telah berulang kali saya buat
terhadap kedudukan ilmiah kitab Injil secara sepintas, dan juga
semangat yang membara hendak memaksakan AI-Qur'an dengan keraguan dan
teka-teki guna menutupi kelemahan Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian
Baru (PB). Kini giliran saya mengambil sikap proaktif dalam menyelami
sejarah teks kitab suci mereka, bukan sekadar perbandingan. Setiap
ilmuwan dan pengkritik merupakan produk lingkungan tertentu, dan para
Orientalis - baik yang Kristen, Yahudi, ataupun ateis - semuanya lahir
dari latar belakang Yahudi dan Kristen yang ingin memilah-milah
pandangan tentang segala masalah yang berkaitan dengan keislaman.
Sikap selektifnya memacu mereka mengubah studi Islam pada satu bentuk
yang benar-benar aneh dengan mengenalkan peristilahan yang ada dalam
Injil. Blachere misalnya, memakai istilah vulgate. Bible versi
Latin yang dihasilkan pada abad keempat dan lebih digemari oleh Gereja
Katolik Roma (penerjemah). saat menunjuk Mushaf `Uthman dalam bukunya
Introduction au Coran, dan Jeffery menerangkan Al-Qur'an
sebagai teks yang Masoretic, istilah yang umumnya berkaitan dengan
Kitab Perjanjaian Lama berbahasa Ibrani. Dengan menghilangkan seluruh
peristilahan AI-Qur'an, Wansbrough malah berbicara mengenai
Haggadic exegesis, Halakhic exegesis, dan
Deutungsbedurftigkeit.42
Setiap orang dari kalangan mereka juga menyebut canonization
Al-Qur'an (dalih-dalih AI-Qur'an) dan naskah kuno Ibn Mas'ud.
Kebanyakan kaum Muslimin tak pemah berurusan dengan jargon-jargon aneh
itu. Apabila hipotesis Jeffery, Goldziher dan yang lain telah kita
bicarakan dan kita nafikkan, maka kini saatnya untuk kita meneliti
sepenuhnya motif-motif yang melatarbelakangi usaha mereka. Sketsa
potter sejarah awal Yahudi-Kristen, diiringi sejarah Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru, diharap dapat melicinkan jalan pemahaman yang
lebih dalam mengenai cara berpikir para ilmuwan dan akhimya akan
mengantarkan kita dapat melihat lebih jelas lagi pertimbangan dan
sederet tujuan pihak Barat dalam melakukan kajian terhadap Al-Qur'an.
1. Hal
ini telah dibahas pada bab-bab yang lalu. Lihat hlm. 81-82.
2. An-Nadim,
al-Fihrist, hlm. 29.
3.
Ibid., hlm 29.
4. A.
Jeffery (ed.), Muqaddimatin, hlm. 47.
5.
Lihat karya ini, hlm. 77-78.
6.
Lihat A. Jeffery (ed.), Muqaddimatin, hlm. 47-48.
7. Abu
Hayyan an-Nahawi, Tafsir Bahr al-Muhit, 1: 161.
8.
Unruk perinciannya, lthat al-Mizzi, Tahdhib, XI: 87-92.
9. A.
Jeffery, Materials, hlm. 97.
10.
AI-Qur'an 56:10-11.
11
Hingga belakangan ini, masih ada kecenderungan para pakar teologi Syiah menabur
keraguan terhadap AI-Qur'an, karena alasan yang sederhana yaitu Al-Qur'an
pertama kali dikumpulkan oleh Abu Bakr, lalu disalin dan disebarluaskan oleh 'Uthman
dan bukan 'Ali. Yang anehnya 'Ali mengeluarkan Mushaf yang sama, yaitu Mushaf 'Uthman
dan tidak pemah membuat edisi baru. Namun akhir-akhir ini, kecenderungan baru
dan Iebih sehat telah mulai muncul. Beberapa tahun yang lalu dalam sebuah
konferensi di Teheran, Iran, para otoritas Syiah mengumumkan mereka tidak
mempunyai Mushaf selain dari Mushaf 'Uthman, dan Mushaf ini murni dan bebas dari
percampuran dan kerusakan. Nyatanya, kita tidak menemukan sebuah Mushaf yang
dicelak di Iran ataupun manuskrip Al-Qur'an di Najaf, Qum, Mashhad...dll. Yang
berbeda dengan Mushaf yang umum yang didapati di bagian dunia Islam yang lain.
12.
As-Suyuti, al-Itqan, 1: 220-221. Masing-masingnya surah no. 1, 113, dan
114.
13.
A. Jeffery, Materials, hlm. 25.
14
Hari ini hampir serengah juta orang ikut berjamaah melakukan shalat Tarawih di
Mekah selama bulan Ramadhan (dan pada malam-malam tertentu, khususnya malam yang
ke 27, jamaahnya melebihi satu juta orang) - [Lihar surat kabar Saudi, ar-Riyad.
1 Januari 2000] . Hanya yang terbaik di
antara
para huffaz (mereka yang hafal AI-Qur'an seluruhnya) yang dipilih mengimami
shalat yang diikuri oleh orang sebanyak itu. Dengan teknolegi modern, kita dapat
menyaksikan secara langsung acara shalat itu, dan kita temukan bahkan apabila
Kafir terbaik sekalipun berbuat salah, orang-orang di belakangnya akan langsung
membetulkannya. Shalat berjamaah itu tidak akan membenarkan kesalahan
terlewatkan begitu saja tanpa pembetulan, walau yang jadi imam orang yang
terkenal sekalipun. Ini menunjukkan ukuran kepedulian masyarakat terhadap Ktlab
Allah.
15.
AI-Biqillani, al-Intisar, hlm. 190-191.
16.
Ibn Hanbal, Musnad, V: 129, hadits no. 21225-21225.
17.
Ibid., V: 129-130, hadits no. 21226.
18.
Ibid., V: 130, hadits no. 21227.
19.
As-Suyu(i, al-Itqan, I: 221.
20. Lihat as-Suyuti, al-Itqan, 1: 221-222. Dalam menerjemahkan,
Burton berlaku tidak jujur. Bandingkan teks yang asli dengan terjemahannya dalam
The Collection of the Qur'an, Cambridge University Press, 1977, hlm.
223-224.
21. Lihat paragraf mengenai al-Baqillani, hlm. 199-200.
22. Untuk rinciannya lihat Ibn Hanbal, Musnad, hadits
no. 2494, 3001, 3012, 3422, 3425, 3469, 3539, dan 3845. Yang Iebih utama 3001
dan 3422.
23. As-Suyuli, al-Itqan, 1: 221.
24. Ibn Hajar, Nuzhat al-Nazar, hlm. 36-37
25. Ibn Durais, Fada'il AI-Qur'an, hlm.
157.
26 Lihat hIm.204-211.
27
Sekali lagi saya menunjuk Masjidil Haram di Mekah, pada hari Jumal tanggal 16
dan 23 Ramadhan (1420 H.), sekitar 1,6 juta jamaah melakukan salat Jumat. Saya
sendiri menghadiri Jumat yang pertama, dan menyaksikan yang kedua melalui
televisi. Jamaah yang begutu ramai termasuk ribuan Muslim yang hafal AI-Qur'an
keseluruhannya dari secgenap penjuru dunia, bersama dengan ribuan yang lain yang
berada di belakang imam sambil membaca Mushaf ketika shalat Tarawih. Jika ada
kesalahan atau terlupa, maka bacaan imam akan segera dan kedengaran dibetulkan
oleh ratusan orang yang berdekatan dengannya. Sebaliknya, apabila seluruh jamaah
berdiam diri itu bermakna mereka menerima bacaan imam. Jadi, bacaannya
melambangkan dukungan kekuatan jutaan jamaah. Betapa tegasnya respons para
jamaah apabila imam gagal memperhatikan gira'at yang bisa diterima oleh
mereka.
28.
F. Deroche dan S.N. Noseda, Sources de la transmission manuscrite du texte
Coranique, Les manuscrits de style higazi, Volume l. Le manuscrit arabe 328(a)
de la Bibliotheque nationale de France, 1998.
29.
Untuk persoalan ini kita dapat tambahkan beberapa perbedaan penyecbutan teks
konsonan; seperti pada perkataan 'bridge' yang bisa dibaca 'brij', maka begitu
juga dalam Al-Qur'an kita melihat min ba'd, tapi membaca mimba'd,
dan hal itu tidaklah dianggap penyimpangan dari Mushaf 'Uthman.
30.
F. Deroche dan S.N. Noseda, Sources de la transmission manuscrite du texte
Coranique, Les manuscrits de style higazi, Volume l, hlm. 126.
31..AI-Jazari,
Tabaqat al-Qurra', 11: 53-55.
32.
An-Nadim, al-Fihrist, hlm. 35.
33.
Ibid., II: 124.
34.
Mingana, Transmission, hlm. 231-232.
35.
"William Tyndale", Encyclopedia Britennica (Micropaedia), edisi ke-I5,
1974, X: 218.
36.
M. Hamidullah, "The Practicability of Islam in This World", Islamic Cultural
Forum, Tokyo, Jepang, April 1977, hlm. 15; lihat juga A. Jeffery,
Materials, Pendahuluan, hlm. 1.
37.
Review Arthur Jeffery mengenai, "The Rise of the North Arabic Script and It's
Kur'anic Development by Nabia Abbot", The Moslem World, vol. 30 (1940),
hlm. 191. Untuk memahami pernyataannya bacalah artikel itu, hlm. I55-156.
38.
Theodor Noldeke, Geschichte des Qorans, Georg Olms Verlag, Hildesheim - New
York, 1981, hlm. 60-96.
39.
Kita juga mesti secara tegas bertanya apakah bukti yang menyatakan bahwa Al-Qur'an itu barn tetap pada abad kctiga Hijrah, padahal manuskrip-manuskrip Al-Qur'an
yang paling awal di shad pertama Hijrah semuanya sama!
40.
1bid, hlm. 191.
41.
Dictionary of the Bible, hlm. 490. Tulisan miring adalah tambahan.
42.
Wansbrough, Quranic Studies: Sources and Methods of Scriptural
Interpretation, Oxford Univ. Press, 1977. Daf[ar Isi.
|
|