Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih
dan Penyayang
KATA
PENGANTAR
Buku ini
mencakup pengenalan ringkas tentang sejarah Al-Qur'an dari segi
penulisan dan koleksinya. Barangkali muncul pertanyaan dari
kalangan pembaca mengapa sepertiga isi buku ini mengupas Kitab
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru segala. Apa ada kaitannya
dengan sejarah A1-Qur'an. Kami berharap pertanyaan ini dapat
terungkap secara rinci melalui bab-bab yang menyentuh akar
permasalahan.
Sebenarnya
fikrah penulisan tentang koleksi dan pemeliharaan Al-Qur'an
yang demikian unik telah mengusik pikiran kami sejak tiga
setengah tahun yang silam. Buku yang sedang Anda baca ini, kami
kerjakan bersamaan dengan tulisan lain tentang Metodologi Studi
Keislaman. Tulisan Toby Lester (seorang wartawan) yang dimuat di
The Atlantic Monthly
bulan Januari, 1999,
berusaha mengacaukan pikiran yang sedemikian parah di kalangan
umat Islam dan telah membakar semangat konsentrasi
penulisan.
la
mengatakan, "Kendati umat Islam percaya Al-Qur'an sebagai kitab
suci Allah yang tak pernah ternoda dari pemalsuan mereka, tak
mampu mengemukakan pendapat secara ilmiah." Tantangan ini
mengemuka dan kami merasa terpanggil menghadapinya dengan
mengupas tentang metode penelitian yang layaknya dipakai oleh
ilmuwan di masa silam dalam menerima teks Al-Qur'an yang benar
dan sikap penolakan mereka terhadap pemalsuan. Hal ini pula yang
menyebabkan terjadinya pengulangan yang tak terelakkan dari
beberapa materi buku ini. Karena sebagian besar ilmuwan, seperti
dikutip oleh T. Lester, terdiri dari kaum Yahudi dan Kristen,
maka kesimpulan kami akan dirasa tepat guna mengadakan
pembedahan secara tuntas terhadap Kitab Perjanjian Baru dan
Perjanjian Lama sebagai studi banding. Dengan cara ini diharap
dapat membantu para pembaca dalam menyikapi perbedaan pendapat
antara cendekiawan muslim dan para orientalis secara objektif
dan kritis.
Dengan memberi
penekanan pendapat tentang transformasi teks
Al-Qur'an
seutuhnya secara lisan, kalangan orientalis berusaha menepis
sejarah penulisan dan kompilasinya di masa Muhammad
. (Banyak di antara
mereka yang menepis anggapan bahwa hasil kompilasi di masa
khalifah Abu Bakr dan sebagian yang lain lebih dapat menerima
upaya yang dilakukan oleh 'Uthman. Hanya selisih lima
belas tahun setelah wafatnya Rasulullah dengan distribusi naskah Al-Qur'an ke pelbagai wilayah Dunia Islam.
Dengan melihat rentang masa dan kekeliruan yang amat mendasar,
kalangan orientalis berusaha memaksakan pendapat tentang
kemungkinan terjadinya kesalahan yang menyeruak ke dalam teks
Al-Qur'an di masa itu. Herannya, pa:a ilmuwan Kitab Injil selalu
menganggap benar sejarahnya, meskipun beberapa Kitab Perjanjian
Lama ditulis berdasarkan transformasi lisan setelah berselang
delapan abad lamanya.1
Perhatian utama
kaum orientalis tercurah pada aspek naskah bahasa
Arab dengan
menyentuh segi-segi kelemahannya, kendati hanya setengah abad
setelah wafatnya Rasulullah dalam penyusunan naskah tulisan dan
menghilangkan asal usul yang memiliki dwimakna. Mereka menuduh
periode tersebut sebagai distorsi penting terjadinya pemalsuan
teks asli, kendati dengan cara ini mereka menolak anggapan
sebelumnya tentang keberadaannya secara lisan yang pada
hakikatnya, orang-orang pada masa itu telah menghafal Al-Qur'an
dan bahkan memiliki naskah tertulis. Oleh karena itu, "naskah
yang tidak lengkap" tidak memberi pengaruh sedikit pun
dalam rentang masa lima puluh tahun. Sebaliknya naskah bahasa
Yahudi, yang mengalami transmisi saat kembalinya orang Yahudi
itu dari Babilonia ke bumi Palestina sejak masa penawanan, sama
sekali tanpa bukti ilmiah dan hal demikian berlaku selama dua
ribu tahun hingga terjadinya kontak dengan orang-orang
Arab Muslim yang memacu mereka dalam hal tersebut. Adanya
anggapan bahwa selisih waktu lima
puluh tahun sebagai pembuktian hancurnya naskah Al-Qur'an dan
kemungkinan adanya keragu-raguan, sangat tidak masuk akal. Di
waktu yang sama Kitab Perjanjian Lama mengalami kesenjangan masa
transmisi lisan selama dua abad.
Melalui
argumentasi dan bukti-bukti yang meyakinkan, pada masa itu
terdapat Mushaf Hijazi sejak abad awal Hijriah (akhir abad ke-7
dan permulaan abad ke-8 Masehi).
2
Selain itu, juga terdapat bukti kuat adanya beberapa bagian
naskah AI-Qur'an yang ditulis pada permulaan abad pertama.
Menolak anggapan akan nilai lembaran tulisan itu, para
orientalis beranggapan bahwa mereka terlambat dalam membuktikan
teks Al-Qur'an yang bersih dari noda hitam. Mereka lebih senang
mengikuti anggapan serta pendapat yang tak dapat dipertanggung
jawabkan.3
Dengan membandingkan kesempurnaan naskah tertua yang ditulis
pada pertnulaan abad ke-11 Masehi,4
dan naskah Kitab Injil bangsa Yunani yang ditulis pada
abad.ke-10 Masehi,5
tampaknya sikap dan perhatian seperti itu tidak dapat diterapkan
di sini. Ketidaksesuaian sikap terhadap Al-Qur'an di satu sisi,
dan Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru di sisi lain,
dapat diterapkan jika sekiranya kita hendak membuat penilaian
terhadap nilai keutuhan Al-Qur'an.
Praktik yang
telah mapan sejak lahirnya sejarah literatur keislaman memberi
isyarat bahwa setiap teks keagamaan (hadith, tafsir, fiqh dll.)
transmisinya hanya dapat dilakukan oleh mereka yang pernah
belajar langsung dari penulis dan kemudian mengajarkan pada
generasi berikutnya. Transmisi secara utuh selalu dipertahankan
guna memberi peluang pada kita agar dapat menatap secara tajam
terhadap asal usul tiap buku yang berkaitan dengan hukum Islam,6
sekurang-kurangnya pada
permulaan abad pertama-suatu metode pembuktian kesahihan
yang
tidak mungkin tersaingi oleh siapa pun hingga saat ini.7
Jika kita hendak menerapkan prinsip dasar sistem transmisi
literatur Muslim pada semua buku apa saja yang tersedia guna
membuktikan keabsahan pengarangnya merupakan hal yang tak
mungkin dapat dilakukan. Selain Kitab Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru ditulis tanpa nama, bagaimanapun, tradisi
keilmuan Barat merasa lebih senang memberi legitimasi sejarah
daripada sistem mata rantai transmisi, yang senantiasa dipandang
dengan sikap ragu dan kurang memadai. Setelah kami teliti kedua
metode Muslim dan Barat, hasil yang ada kami serahkan sepenuhnya
pada para pembaca untuk memberi kata kunci mana di antara
keduanya yang lebih masuk akal.
Yahudi dan
Kristen tidak diragukan lagi merupakan agama, seperti tercatat
dalam sejarah. Hanya saja sikap keragu-raguan muncul dalam hal
penulisan Kitab Perjanjian lama dan Perjanjian Baru. Tentunya
jawaban itu tidak dapat dikemukakan secara sederhana. Pada
mulanya Kitab Perjanjian Lama dianggap sebagai karya wahyu Ilahi,
namun pada masa berikutnya dianggap sebagai karya
Nabi Musa. Teori terakhir mengatakan bahwa beberapa sumber (lebih
dari seribu tahun) bertambah akan adanya
lima kitab karya
Nabi Musa.8
Siapa sebenarnya para penulis gurem itu? Bagaimana sikap
kejujuran dan akurasi mereka? Sejauh mana dapat tepercaya
pengetahuan mereka tentang kejadian-kejadian yang terlibat di
dalamnya? Adakah mereka ikut berperan dalam peristiwa yang
terjadi? Dan sejauh manakah buku-buku yang tersedia dari
peristiwa yang ada dapat sampai ke tangan kita? Dari fakta yang
dapat dilacak, semua Kitab Perjanjian Lama muncul ke atas pentas
lalu tenggelam beberapa ratus tahun kemudian sebelum muncul
kembali secara tiba-tiba.9
Kemudian kitab-kitab itu kembali tenggelam tanpa bekas selama
beberapa abad, yang kemudian tiba-tiba ditemukan kembali. Coba
bandingkan cerita sejarah ini dengan ribuan manusia berjiwa
saleh yang hidup mengelilingi Nabi Muhammad dan berperan secara
aktif di saat perang dan kedamaian, di kala susah dan senang,
semuanya terlibat dalam proses dokumentasi tiap ayat Al-Qur'an
dan hadith. Sejarah hidupnya membentuk rangkaian peristiwa yang
tajam - a poignant chronicle -kendati para
orientalis kebanyakan menolak dan menganggap masalah ini sebagai
cerita fiktif di mana menurut pendapat Wansbrough laksana
percontohan "kedamaian sejarah", tanpa menyadari apa yang
sebenarnya telah terjadi.
Sementara itu,
para ilmuwan
lain secara aktif terlibat dalam penghapusan
riwayat keagamaan mereka karena semata-mata menginginkan sesuatu
yang baru di mana dapat kami sajikan secara sekilas cerita
penyaliban Jesus. Pendapat Yahudi ortodoks menegaskan,
Menurut Kitab
Talmud, Jesus dieksekusi melalui pengadilan para rahib karena
pemujaan terhadap berhala, yang menyebabkan orang Yahudi membuat
berhala lain serta menghina otoritas para rahib agama Yahudi.
Semua sumber klasik agama Yahudi mengatakan penyaliban Jesus
dilakukan dengan senang hati guna menanggung rasa tanggung
jawab, sedangkan menurut cerita dalam Talmud bangsa Romawi sama
sekali tidak disebut.10
Sebagai tambahan
terhadap serangkaian pelecehan seks terhadap
Jesus, Talmud
mempertegas bahwa sanksi hukuman yang diberikan di dalam neraka
adalah ditenggelamkan ke dalam tempat najis yang mendidih...
11
Ironisnya, Kitab
Perjanjian Baru dan Kristiani
modern
melenyapkan semua sumber itu kendati tersebut dalam Talmud.
Apakah arti definisi kesucian jika perubahan secara sengaja
dilakukan baik dari segi kata-kata maupun nada yang dibuat pada
kitab suci pada saat ini dan seterusnya?12
Dan apa yang sedang berlaku untuk dijadikan latar belakang
permasalahan, bagaimana mungkin beberapa kalangan intelektual
dapat menerima Yahudi dan Kristen sebagai agama sejarah saat
mereka menolak hal yang sama terhadap agama Islam?13
Pokok
permasalahan di sini bukan masalah
Islam atau apa
yang dikatakan oleh sumber-sumber keislaman melainkan bagaimana
seorang Muslim memandang keimanan mereka dan bagaimana yang
dikehendaki oleh para peneliti orientalis dalam melihat
permasalahan. Beberapa tahun yang silam Profesor C.E Bosworth,
salah seorang editor ensiklopedi Islam yang diterbitkan oleh J.
Brill, menyampaikan kuliah di Universitas Colorado.
Ketika ditanya mengapa para intelektual Muslim yang mendapat
pendidikan di Barat tidak pernah diikutsertakan kontribusinya
pada ensiklopedi yang menyangkut berbagai masalah mendasar (seperti
Al-Qur'an, hadith, jihad, dll.), dia menjawab bahwa karya ini
ditulis oleh para penulis Barat untuk orang Barat. Jawaban
tersebut kendati mungkin setengahnya benar, kenyataannya karya
tersebut bukanlah semata-mata untuk kalangan masyarakat Eropa.
Untuk itu pantas kiranya dicatat apa yang ditulis oleh Edward
Said dalam karya ilmiahnya yang berjudul Orientalism:
"Mereka tidak
dapat mewakili diri sendiri melainkan mereka harus diwakili."
-Karl Marx.14
Di sini
Marx
sedang mengutarakan pikirannya pada kaum tani Prancis, akan
tetapi upaya membungkam contoh besar pihak lain dengan sebuah
anak kalimat dan melempar beban representasi secara keseluruhan
pada pihak luar tidak dapat dianggap sebagai cerita novel.
Poin terakhir
sebelum menyudahi kata pengantar ini. Saat penelitian tertentu
menghasilkan sebuah teori, dunia akademi mencatat bahwa ia mesti
dihadapkan pada sistem tes yang amat mendasar. Jika ternyata
gagal maka harus diadakan perubahan atau diuji kembali dan
bahkan mungkin dicampakkan. Sangat disayangkan pengajian
tentang Islam dikotori oleh teori yang menyakitkan yang
meningkat pada salah satu titik yang hampir menjadi fakta kasar,
kendati mereka gagal pada beberapa langkah yang dilakukan. Kedua
contoh berikut akan memberi penjelasan.
Professor
Wensinck memberi komentar terhadap
hadith
terkenal tentang kelima rukun
Islam:
Islam
dibangun atas
lima
fondasi: Memberi kesaksian tiada tuhan melainkan Allah,
mendirikan shalat, membayar zakat, puasa bulan Ramadhan,
dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah.15 |
Ia memandangnya
sebagai hal
yang palsu karena mencakup
kalima shahada
(
memberi
kesaksian bahwa tiada tuhan melainkan Allah ). Menurutnya, para
sahabat Nabi Muhammad mengenalkan kalima tersebut setelah
bertemu dengan orang-orang Kristen dari Suriah yang kemudian
memberi kesaksian keimanan. Dari itu, katanya lagi, ia mencuri
ide itu dari orang Kristen untuk membangun salah satu faktor
penting dari rukun Islam. Dihadapkan pada persoalan bahwa
kalima shahada
merupakan bagian dari
tashahud (
)
dalam shalat harian,
Wensinck membuat teori baru selain mengadakan modifikasi teori
sebelumnya: bahwa standard shalat dibuat setelah wafatnya Nabi
Muhammad.16
Barangkali, teori selanjutnya masih diperlukan mengingat Wensick
tidak memberi penjelasan adanya teori
kalima
dalam adhan (
) dan
iqama (
),17
demikian pula halnya ia tidak memberi penjelasan bila kedua
kalima tersebut diperkenalkan ke dalam Islam.
Contoh kedua
yang kami kemukakan di sini adalah Goldziher, di mana ia membuat
sebuah teori bahwa munculnya perbedaan qira'at (
) dalam
Al-Qur'an disebabkan konsonan teks yang digunakan pada naskah
Al-Qur'an terdahulu. Dengan mengangkat beberapa contoh guna
menunjukkan validitas pemikirannya, ia mengelak untuk menyebut
ratusan contoh di mana teori yang ia bangun telah gagal-kendati
ia tak pernah berhenti mencari popularitas di tengah sementara
kelompoknya.18
Upaya
sungguh-sungguh telah dilakukan dalam membuat atau melakukan
pekerjaan ini sedang faedah sebagai seorang ilmuwan hanya
berlaku pada orang-orang biasa. Jika terdapat bagian di mana
yang terdahulu terdapat pengulangan atau yang kemudian dipahami
oleh beberapa orang saja, hal ini karena mempertahankan
penggunaan perantara yang menyenangkan dirasa kurang
memungkinkan.
Sehubungan
dengan terjemahan ayat-ayat Al-Qur'an bahasa Inggris, sebenarnya
tidak terdapat terjemahan Al-Qur'an ke dalam bahasa itu secara
seragam dalam buku ini, kendati sebagian besar ayat-ayat yang
diterjemahkan mengacu pada terjemahan Yusuf Ali atau Mohammad
Asad. Terjemahan-terjemahan tersebut sering mengalami perubahan
dan kadang-kadang ditulis kembali tergantung sejauh mana
kejelasan yang kami temukan dalam upaya terjemahan yang asli.
Hal ini tidak membuat kekhilafan mengingat Al-Qur'an itu ditulis
dalam bahasa Arab, sedang tugas penerjemah semata untuk
menghilangkan beberapa arti yang tak jelas dalam teks. Hasil
terakhir bukanlah Al-Qur'an melainkan semata-mata terjemahan (seperti
adanya bayang-bayang adalah karena disebabkan bayangan itu
sendiri), dan selama tidak ada kesalahan dalam mencatat atau
pengambilan di luar konteks, maka tidak dirasa perlu mengikuti
terjemahan tertentu.
Pembaca dapat
melihat bahwa secara umum kami menggunakan ungkapan-ungkapan
kebesaran atau doa setelah menyebut beberapa nama seperti
(suatu
ungkapan menunjukkan kebesaran) setelah menyebut nama Allah,
(shalawat
dan salam kepadanya) setelah menyebut nama Muhammad,
(salam
untuknya) setelah menyebut nama-nama lain dari para Nabi seperti
Ibrahim, Isma'il, Musa, 'Isa dll.), atau
(semoga
Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya) setelah menyebut nama
sahabat. Tujuan saya adalah untuk menjaga keserasian naskah
sebisa mungkin, dengan harapan para pembaca di kalangan umat
Islam dapat memasuki sisipan ungkapan itu ke dalam teks secara
benar dan sesuai. Beberapa intelektual Muslim terkemuka seperti
Imam Ahmad bin Hanbal mengikuti cara yang sama, kendati para
penulis berikutnya menganggap lebih tepat guna menambahkan
ungkapan-ungkapan seperti itu secara lebih detail ke dalam teks,
seperti pandangan mata mampu menempatkan penglihatan secara
tepat sesuai dengan nalurinya.
Sebuah catatan
dan peringatan. Keimanan seorang Muslim memerlukan adanya
kepercayaan tangguh tentang keaslian dan kesalehan perilaku
semua Nabi Allah. Di sini kami hendak mencatat dari
sumber-sumber bukan orang Islam di mana sebagian mereka tak
segan-segan merujuk kepada Tuhan mereka, Jesus sebagai pelaku
zina ataupun homoseksual, Nabi Dawud sebagai perencana zina, dan
Nabi Sulaiman sebagai pelaku syirik. (Ya Allah, betapa tidak
adilnya kata-kata seperti itu.) Sebagaimana kurang praktis
memasukkan satu catatan bilamana kami menukil ide-ide murahan
seperti itu, namun kami cukup dengan memperjelas sikap umat
Islam di mana kata-kata seperti itu tidak memantulkan
penghormatan di mana umat Islam mempertahankan tanpa syarat dan
melakukan pembelaan pada semua Nabi-Nabi Allah. Pada akhirnya,
dalam menulis buku ini kami selalu berusaha memilih pendapat
terbaik yang representatif dalam memberi penjelasan kasus
permasalahan dan menghindari pembicaraan bertele-tele tentang
semua pendapat yang ada dan hal ini, barangkali, akan memberi
minat pada para pembaca secara umum. Kami harap para pembaca
akan terus menelusuri halaman-halaman berikut yang kami tawarkan.
Kami merasa
berkewajiban, dengan segala senang hati, menyebut beberapa nama
dari negeri Yaman. Tanpa bantuan, ketja sama, serta izin yang
mereka berikan rasanya tidak mungkin dapat memfotokopi naskah
AI-Qur'an kuno dari San'a'. Mereka adalah Sheikh
'Abdullah bin
Husain al-Ahmar, Sheikh al-Qadi Isma'il al-Akwa' (yang telah
memperlakukan sebagai kesayangan seorang ayah), Dr. Yusuf
Muhammad 'Abdulllah, al-Ustadh 'Abdul Malik al-Maqhafi, dan
Nasir al-'Absi (di mana dengan segala kebaikannya mereka
memfotokopi naskah). Semoga Allah membalas kebaikan mereka dunia
dan akhirat. Kami harus mengakui jasa baik Khuda Buksh Library,
Patna, dan juga Salar Jung Meseum, Hyderabad (terutama Dr.
Rahmat 'All) di mana telah mengizinkan pemanfaatan materi yang
begitu luas, dan Dr. Wiqar Husain dan Abu Sa'd Islahi dari Raza
Library, Rampur, yang telah menyedikan slides berwarna dari
beberapa naskah tertentu.
Rasanya masih
banyak lagi
yang perlu diberi kata
penghargaan secara khusus. Yayasan Raja Faisal (King Faisal
Foundation) yang telah menominasikan saya sebagai profesor tamu
pada Princeton University, dan juga Princeton Seminary yang
telah menyediakan kaleidoskop yang kaya dengan bahan penulisan
buku ini, orang-orang di
Mushaf Madinah
yang
telah membantu mencetak teks Al-Qur'an secara akurat. Terima
kasih juga kami sampaikan pada Madani Iqbal Azmi dan juga pada
Tim Bowes atas bantuan mereka dalam penyusunan naskah ini, dan
kepada Muhammad Ansar yang telah menyiapkan indeks, Ibrahim al-Sulaifih
sebagai pembantu luar biasa selama penulisan buku ini, dan
kepada Prof. Muhammad Qutb, Dr. 'Adil Salahi, Br. Daud Matthews,
Dr. 'Umar Chapra, Sheikh Jamal Zarabozo, Br. Hashir Faruqi
Sheikh Iqbal Azmi, 'Abdul Basil Kazmi, 'Abdul Haq Muhammad,
Sheikh Niham Ya'cubi, Dr. 'Abdullah Subayh, Haroon Shirwani, dan
juga tnasih banyak lagi yang terlibat dalam proofreading naskah
dan memberi masukan-masukan yang sangat berharga.
Kami juga harus
menyampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya atas bantuan
yang tak terhingga dalam upaya penulisan buku terutama kepada
anak saya yang pertama `Aqil atas bantuari yang tak putus dalam
menyiapkan naskah, sistem transliterasi, pengumpulan bibliografi,
dan pada anak perempuan saya, Fatimah, dalam membantu
memfotokopi dan anak lelaki saya yang lebih muda, Anas, yang
perlu mendapat penghargaan sepenuhnya dalam membuat naskah
bahasa Inggris sehingga menjadi lebih balk dan jelas.
Penghargaan khusus saya sampaikan pada istriku yang telah
berlapang dada selama lebih kurang lima puluh tahun membina
rumah tangga dan mengalami penderitaan dan pengorbanan yang
telah ia alami dengan kesabaran yang luar biasa dan selalu
menunjukkan sikap ceria. Semoga Allah membalas kebaikan dan
kemurahan hati mereka.
Pada akhirnya,
rasa syukur yang teramat dalam kami sampaikan kepada Allah Yang
Mahakuasa yang telah memberi kemudahan dan keistimewaan dalam
mengarungi penulisan. Jika terdapat kekhilafan dalam buku ini
adalah semata-mata dari saya pribad19
dan apa pun yang menggembirakan-Nya adalah semata-mata dalam
rangka memuji kebesaran-Nya. Kami berdoa mudah-mudahan Dia
berkenan menerima karya ini sebagai upaya ikhlas karena-Nya.
Buku ini pada
dasarnya diselesaikan di Riyad,
Saudi Arabia, pada bulan Safar
1420 A.H./Mei 1999. Pada tahun-tahun berikutnya mengalami revisi
sewaktu saya berada di beberapa kota di luar negeri (Timur
Tengah dan Eropa). Salah satunya di al-Haram as-Sharif, Mekah,
pada
Ramadan 1420 A.H./ Desember 1999, dan revisi
terakhir dilakukan di Riyad, Dhul-Qi'dah 1423 A.H./Januari 2003.
M.M. al-'Azami
|