BAB 3 :
WAHYU DAN NABI MUHAMMAD
The
History of The Qur'anic Text hal 48 - 53
3. Nabi Muhammad Menerima Wahyu
Tentang diturunkannya
wahyu AI-Qui
an dapat dilihat pada ayat 185 surah al-Baqarah,
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) AI-Qur'an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan penje]asan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)." |
"Sesungguhnya telah Kami
menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan." |
Dalam rentang masa dua
puluh tiga tahun, Kitab suci Al-Qur'an diturunkan secara bertahap
memenuhi tuntutan situasi dan lingkungan yang ada. Ibn 'Abbas (w. 68
hijriah), seorang ilmuwan terkemuka di antara sahabat rasul
mempertegas bahwa Al-Qur'an an diturunkan ke langit terbawah (bait
al-`izzah) dalam satu malam yang kemudian diturunkan ke bumi
secara bertahap sesuai dengan keperluan.17
Penerimaan wahyu
Al-Qur'an ada di luar jangkauan penalaran akal manusia. Selama empat
belas abad
yang silam tak ada seorang rasul yang muncul, dan dalam
memahami fenomena wahyu kita semata-mata merujuk pada laporan
authentic dari Nabi Muhammad dan orang-orang kepercayaan yang
menyaksikan kehidupan beliau.18 Riwayat ini mungkin
dapat dipakai sebagai cermin tentang apa yang dialami oleh nabi-nabi
sebelumnya dalam menerima komunikasi ketuhanan.
-
Al-Harith bin Hisham bertanya, "Wahai
Rasulullah, bagaimana wahyu itu sampai padamu?" Beliau
menjawab, "Kadang-kadang seperti bunyi lonceng, dan itu sesuatu
paling dahsyat yang sampai pada saya, kemudian lenyap dan
saya dapat mengulangi apa yang dikatakan. Kadang-kadang Malaikat
hadir dalam jelmaan manusia dan berkata padaku dan saya dapat
memahami apa yang dikatakan."19
'A'isha menuturkan,
"Sungguh aku pernah melihat Nabi saat wahyu turun kepadanya di mana
pada hari itu beliau merasa kedinginan sebelum wahyu berhenti dan
dahinya penuh keringat."20
-
Ya'la pernah sekali bercerita pada
'Umar tentang keinginannya melihat Nabi Muhammad menerima wahyu.
Pada kesempatan lain 'Umar memanggil dan ia menyaksikan Nabi
Muhammad wajahnya kemerahan, bernapas sambil ngos-ngosan. Lalu
tampak sembuh (dari gejala itu).'21
-
Zaid bin Thabit menjelaskan, "Ibn
Um-Maktum mendatangi Nabi Muhammad saat beliau mendiktekan ayat ini,
'tak akan sama di antara orang-orang yang beriman yang duduk (tanpa
kerja)'.22 Saat mendengar ayat tersebut
Ibn Um-Maktum berkata, 'O Nabi Allah, adakah berarti saya mesti ikut
ke medan perang (jihad).' Dia seorang yang buta. Kemudian Allah
mewahyukan (ayat peringatan) kepada Nabi Muhammad. Saat kakinya
berada di atas kakiku, begitu beratnya dan saya khawatir kakiku
terasa akan putus."23
-
Terdapat perubahan psikologis
terhadap Nabi Muhammad selama menerima wahyu akan tetapi dalam semua
waktu cara berbicara dan lainnya tetap seperti
biasa. la
tidak pernah tahu bila dan di mana wahyu itu akan sampai, seperti
tampak dalam semua kejadian. Di sini saya berikan dua contoh sebagai
bukti.
-
Dalam masalah beberapa orang-orang
mengumpat tentang istri rasul, 'A'isha, mereka menuduh melakukan
perbuatan tak terpuji dengan seorang sahabat. Nabi Muhammad tidak
menerima wahyu seketika. Sebenarnya, beliau cukup pedih merasakan
penderitaan selama sebulan karena berita gosip yang menimpa sebelum
Allah memberi penjelasan tentang kesuciannya:
"Dan mengapa kamu tidak
berkata, di waktu mendengar berita bohong itu, 'Sekali-kali
tidaklah pantas bagi kita mengatakan ini. Mahasuci Engkau (Ya
Tuhan kami), in] adalah dusta yang besar.' "24 |
Sementara dalam
masalah Ibn Um-Maktum (keberatan melakukan
jihad karena buta),
Nabi Muhammad menerima wahyu secara spontan:
"Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang
tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang
yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya."25 |
i. Permulaan Wahyu dan
Mu`jizat Al-Qur'an
26
Peranan Nabi Muhammad dipersiapkan secara bertahap, suatu masa
yang penuh
kebimbangan dalam melihat berbagai kejadian dan visi pandangan yang
ada, juga ikut ambil bagian dalam mempersiapkan kematangan jiwanya
dimana Jibril berulang kali hadir memperkenalkan diri.27 Pertama kali muncul di depan Nabi Muhammad saat ia berada di Gua Hira,
Jibril minta membaca dan beliau mengatakan tak tahu. Malaikat
mengulangi permintaannya tiga kali dan ia menjawab dalam keadaan
serbabingung dan ketakutan sebelum mengetahui kenabian yang tak
terduga dan pertama kali mendengar Al-Qur'an :
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan mulah Yang Maha Pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam."28 |
Dikejutkan oleh perasaan dengan melihat sesuatu
yang tak pernah terlintas dalam pikiran tentang tugas
tersebut, Nabi Muhammad kembali dalam keadaan gemetar menemui Khadijah
minta agar dapat menghibur dan mengembalikan ketenteraman jiwanya.
Sebagai seorang Arab, tentu ia paham susunan ekspresi syair dan prosa,
akan tetapi tak terlintas di otak sama sekali tentang ayat-ayat wahyu
Al-Qur'an yang ia terima. Sesuatu yang tak pernah terdengar sebelumnya
serta susunan kata-kata yang tak ada bandinganya. Al-Qur'an sebagai
mukjizat terbesar yang pertama ia terima. Pada suatu waktu di tempat
yang berbeda, Nabi Musa diberi mukjizat-sinar cahaya memancar dari
tangan, tongkat menjadi ular raksasa sebagai tanda kenabiannya.
Berbeda dengan peristiwa yang dialami Nabi Muhammad dari gua dalam
sebuah gunung, Malaikat meminta si buta huruf agar membaca.
Mukjizatnya bukannya seekor ular naga, benda logam, kemahiran
menyembuhkan penyakit, menghidupkan kembali orang yang sudah mati,
melainkan kata-kata ajaib yang tak pernah terlintas di telinga siapa
pun.
ii. Nabi Muhammad dan Pengaruh Bacaan Al-Qur'an terhadap Orang Kafir
Perjalanan waktu juga
mengambil bagian penting persiapan Nabi Muhammad dalam mengenalkan
ajaran
Islam pada kenalan terdekat. Allah swt. membesarkan hatinya agar
membaca ayat-ayat Al-Qur'an di keheningan malam.
"Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di
malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau
kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu.
Dan bacalah AI-Qur'an itu dengan perlahan-lahan."29 |
Sekarang hendak kita
telusuri efek
yang begitu dalam dari bacaan Al-Qur'an, seperti yang
dialami para pemuja patung berhala. Ibn Ishaq menulis:
Muhammad
bin Muslim bin
Shihab az-Zuhri bercerita bahwa Abu Sufyan bin Harb, Abu Jahl bin
Hisham, dan al-Akhnas bin Shariq bin
'Amr bin Wahb ath-Thaqafi (sekutu
kaum bani Zuhra) suatu malam jalan jalan mencuri dengar bacaan
AI-Qur'an an Nabi Muhammad di rumahnya. Tiap tiga orang dalam kelompok
berusaha memilih tempat yang safe dan tak seorang pun di antara
mereka mengetahui keberadaan yang lain. Setelah fajr mereka
bubar dan satu sama lain bertemu saat kembali ke rumah.
Sebagai anggota
komplotan, masing-masing menceritakan pengalaman, "Jangan engkau
ulangi lagi perbuatan ini, nanti akan terkesima." Mereka pulang dan
malam berikutnya kembali mencuri dengar, dan bercerita pengalaman satu
sama lain
di waktu fajr. Pada malam ke tiga, mereka kumpul pada pagi hari sambil
berkata, "Kita tak akan meninggalkan tempat kecuali setelah berikrar
sungguh-sungguh tak akan mengulang lagi." Setelah berjanji mereka
bubar. Beberapa saat kemudian dengan membawa tongkat, al-Akhnas pergi
ke rumah Abu Sufyan dan menanyakan apa yang telah mereka dengar dari
Nabi Muhammad. Abu Sufyan menjawab, "Demi Allah, aku mendengar sesuatu
yang saya tidak dapat memahami artinya dan entah apa yang mereka
maksudkan."
Al-Akhnas berkata, "Persoalannya
sama seperti
yang saya alami". Kemudian ia pergi
mendatangi rumah Abu Jahl menanyakan hal yang
sama. la
menjawab, "Apa sebenarnya yang saya dengar, kami dan suku kabilah 'Abd
Manaf selalu kompetisi dalam meraih ketinggian kedudukan di tengah
masyarakat. Mereka memberi makan orang miskin dan kami juga melakukan
hal yang sama. Mereka terlibat menyelesaikan persoalan orang lain,
demikian juga kami. Mereka menunjukkan sikap murah hati terhadap orang
lain, kami juga mengikutinya. Kami berpacu seperti dua pasukan yang
melangkah sama cepatnya. Tiba-tiba mereka menyatakan, 'Kami memiliki
seorang nabi yang telah menerima wahyu dari langit.' Bila, kita
hendak memiliki hal seperti itu? Saya bersumpah, tak mungkin pernah
percaya padanya dan tak mungkin pula aku memanggilnya sebagai orang
jujur."30
Di samping kebencian
yang luar
biasa dari pihak orang kafir, Nabi Muhammad tetap meneruskan bacaan
dan jumlah para pencuri dengar semakin bertambah dan herannya, setiap
orang amat khawatir perbuatan mencuri dengar AI-Qur'an akan terungkap
oleh orang lain.31
Nabi Muhammad dengan penentangnya pernah diminta berdebat tentang
keesaan Allah karena AI-Qur'an bukan ciptaan manusia, cukup sebagai
bukti secara akal tentang wujud keesaan Allah swt.. Namun demikian,
karena bacaan yang awalnya dari keheningan malam clan berubah menjadi
pada siang-hari dan didengar oleh orang banyak, maka rasa kekhawatiran
orang Mekah semakin menjadi jadi.
Melalui pendekatan
yang
cepat dan bijak, sekelompok orang Quraish mendatangi al-Walid bin al-Mughira,
orang yang cukup bergengsi di masyarakat. Lalu ia menyampaikan
pendapatnya di depan mereka, "Waktu pertunjukan telah tiba dan
wakil-wakil bangsa Arab akan hadir menemui Anda. Mereka ingin
mendengar tentang teman anda, setuju sajalah pada satu pendapat tanpa
perselisihan di mana tak akan seorang pun di antara kita bercerita
bohong pada yang lain." Mereka berkata, "Berikan pendapat anda tentang
dia (Muhammad)," dan ia menjawab, "Tidak, lebih baik anda bicara dan
saya mendengar." Maka berkata, "la tidak lebih dari seorang peramal."
Al-Walid menjawab, "Demi Tuhan, dia bukan itu, dia bukannya seorang
yang pandai membuat irama pantun, seperti juru ramal." Kalau demikian
halnya, ia terpengaruh oleh seorang peramal." "Bukan, ia bukan orang
seperti itu. Kami melihat sendiri tidak ada gerak-gerik tak karuan
maupun jampi jampi, seperti juru ramal." "Jika demikian, ia seorang
penyair." "Bukan, dia bukan itu, kami mengerti semua syair dan
permasalahannya. Jika demikian halnya ia mungkin tukang sihir." "Bukan,
kami telah melihat tukang sihir dan hasil kerjanya. Di sini (Muhammad)
tidak pernah meludah-ludah, seperti juru sihir dan mengikat-ikat tali
buhul." "Jika demikian, lantas apa yang pantas hendak kita
sebut, Wahai Abu `Abd Shams?" la menjawab, "Demi Tuhan, kata-katanya
indah, akarnya seperti pohon kurma yang dahannya sangat berguna, dan
semua apa yang anda katakan akan dikenal sebagai cerita palsu. Yang
mungkin mendekati kebenaian adalah seperti yang anda sebut ia seorang
sahir pembawa risalah yang memisahkan seseorang dari ayah,
saudara, atau pun istri, dan keluarganya."32
Hal serupa dapat kita
lihat Abu
Bakr, ia membangun sebuah
masjid di Mekah di sebelah rumah tempat ia menjalankan shalat tiap
waktu dan membaca Al-Qur'an. Orang-orang kafir menemui Ibn Addaghinna,
orang
yang memberi perlindungan pada Abu Bakr, minta agar tak lagi membaca
AI-Qur'an karena banyak kaum wanita dan anak-anak yang mencuri dengar
bacaan dan ternyata mudah terpengaruh.33
17. As-Suyuti, al-Itqan, i:
117.
18. Banyak kejadian yang dapat
dijelaskan namun tidak dapat dipahami seluruhnya oleh seseorang
dengan pengalaman yang terbatas tak akan mungkin tahu caranya.
Contoh sederhana seperti menjelaskan sebuah daratan tanah dan
tentang wama pada seorang buta atau menjelaskan suara nyanyian
burung pada mereka orang budeg. Mereka mungkin saja
memahami beberapa penjelasan, akan tetapi tidaklah seluruhnya
seperti seseorang yang diberi pendengaran dan penglihatan.
Demikian juga penjelasan tentang wahyu dan apa yang dirasakan
oleh Nabi Muhammad saat menerimanya pada orang-orang di luar
kita, suatu pemahaman di luar jangkauan otak kita.
19. Al-Bukhari, Sahih,
Ba'd al-Wahy: 1.
20. Ibid, Bad' al-Wahy: 1.
21. Muslim, Sahih,
Manasik: 6.
22. Qur'an, 4: 95.
23. Al-Bukhari, Sahih,
Jihad: 30.
24. Qur'an, 24:16.
25. Qur'an, 4: 95.
26. Pada halaman berikutnya
saya akan melihat ke belakang sejenak berhubungan beberapa
kejadian dari tahun-tahun pertama kerabian. Hat ini berbeda dari
pandangan biografi pada hal sebelumnya di mana focus perhatian
kita tercurah seluruhnya pada AI-Qur'an.
27. Ibn Hajar, Fathul Bad,
viii: 716.
28. Qur'an, 96: 1-5.
29. Qur'an, 73:1-0.
30. Ibn Hisham, Sira,
jilid.1-2, hlm. .315-16.
31. Ibn Ishaq, as-Seyr wa
al-Maghazi, hlm..205=6.
32. Ibn [shaq, as-Syerwa al-Maghazi,
Editor Suhail Zakkar, hlm. 151; Ibn Hisham, Sira,jilid .l-2, hlm.
.270-71.
33. Ibn Hisham, Sira,
jilid .1-2, hlm. 373, al-Baladhuri, Ansab, i: 206
|
|